Para pengungsi Rohingya mengatakan Rabu (22/3) mereka meragukan ketulusan tawaran Myanmar untuk pemulangan ke tanah air mereka. Reaksi itu dinyatakan setelah juru bicara junta militer negara itu mengatakan akan mulai menyambut kembali anggota minoritas yang teraniaya itu sesegera bulan depan.
Sebuah delegasi yang terdiri dari 17 pejabat dari junta Myanmar berada di Bangladesh minggu ini untuk mewawancarai para pengungsi yang berpotensi untuk kembali, lebih dari lima tahun setelah tindakan keras militer yang brutal membuat banyak orang Rohingya melarikan diri.
Kunjungan tersebut, yang ditengahi oleh China dan sebagian difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, memulai kesepakatan repatriasi antara kedua negara yang tidak mengalami kemajuan selama bertahun-tahun, sebagian karena kekhawatiran bahwa para pengungsi tidak akan aman ketika kembali.
Tetapi warga Rohingya yang diwawancarai oleh delegasi mengatakan kepada AFP bahwa tidak ada pertanyaan mereka tentang keamanan atau pengakuan hak kewarganegaraan mereka di Myanmar yang dijawab.
“Dulu mereka memperlakukan kami dengan buruk di sana. Saya bertanya apakah kami bisa hidup normal di sana, tapi kemudian mereka menghentikan saya,” kata Shamsun Nahar, seorang wanita Rohingya berusia 40 tahun, kepada AFP.
"Mereka tidak ingin ada pertanyaan lagi," tambahnya. "Saya kira mereka tidak akan membawa kami ke Myanmar. Jika mereka melakukannya, mereka tidak akan memberi kami hak apa pun."
Delegasi Myanmar berangkat Rabu setelah seminggu berada di kamp-kamp pengungsi yang luas yang menampung sekitar satu juta warga Rohingya.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan kepada AFP setelah keberangkatan mereka bahwa Myanmar kemungkinan akan memulai proses repatriasi pada pertengahan April dan akan menerima sekitar 1.000 pengungsi pada awalnya.
Utusan Myanmar secara resmi berada di sana untuk menilai kemungkinan kembalinya para pengungsi, sebagian didasarkan pada apakah mereka dapat membuktikan tempat tinggal mereka di negara tersebut sebelum terjadi penumpasan tahun 2017.
Tetapi pengungsi lain yang diwawancarai oleh delegasi mengatakan dokumentasi yang membuktikan tempat tinggalnya ditanggapi dengan skeptis.
“Saya memberikan semua dokumen, mereka berkata ‘hmm.’” kata Soyod Hossain, 50, kepada AFP. “Saya kira mereka tidak percaya bahwa dokumen kami itu asli.” [lt/ka]
Forum