Rusia semakin mendukung strategi pengawasan senjata untuk menerima Korea Utara sebagai negara nuklir. Negara itu menentang Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, bahkan termasuk China, yang mendukung penerapan sanksi-sanksi yang akan memaksa Pyongyang melangsungkan pembicaraan mengenai denuklirisasi.
Saat bertemu Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di Vladivostok, Presiden Rusia Vladimir Putin, Kamis (7/9), kembali mengusulkan dialog untuk mengatasi krisis nuklir Korea Utara, dan mengatakan bahwa membangkitkan histeria militer dalam krisis Korea Utara kontra-produktif dan dapat memicu bencana dunia. Ia juga mengatakan, tidak mungkin menyelesaikan krisis Korea Utara dengan hanya sanksi dan tekanan.
Seperti halnya pemimpin Rusia tersebut, Alexander Nikitin, ketua sebuah lembaga akademik yang dioperasikan Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan dalam sebuah forum pertahanan internasional di Seoul, Kamis (7/9), kini saatnya berhenti mengusahakan denuklirisasi Korea Utara dan sebaiknya malah mengusahakan pembicaraan mengenai pengawasan senjata yang realistis dan bisa dikukuhkan.
"Sanksi-sanksi, pembatasan suplai pangan, pembatasan bahan bakar bukanlah metode yang akan membawa Korea Utara ke meja perundingan,” kata Nikitin, direktur Pusat Kajian Keamanan Eropa-Atlantik di Moscow State Institute of International Relations. Ia menyarankan agar memperlakukan Korea Utara seperti India dan Pakistan.
Kedua negara itu dibebaskan dari sanksi pada 2001, meski mereka secara terbuka melakukan uji coba nujklir dan menolak menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Berdasarkan perjanjian itu, hanya Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan China yang diizinkan memiliki senjata nuklir. [ab/uh]