Operasi besar-besaran oleh pemerintah China untuk menenangkan pasar saham tampaknya cukup berhasil setelah bursa saham China mengalami rebound, dengan indeks utama Shanghai naik hampir 2,3 persen pada saat penutupan hari Rabu (9/9).
Namun, langkah pemerintah untuk membatasi gejolak pasar saham dan mendorong investasi jangka panjang telah secara dramatis menurunkan volume perdagangan.
Beberapa analis menilai intervensi pemerintah China memiliki risiko mengganggu kestabilan pasar saham.
Menurut Bloomberg, kontrak perdagangan berjangka pada Indeks CSI300 - indeks saham beberapa perusahaan terbesar di China telah merosot ke sekitar 34.000 pada hari Selasa (8/9), turun dari 3,2 juta lebih pada perdagangan bulan Juni.
Fraser Howie, salah seorang penulis buku "Red Capitalism: The Fragile Financial Foundation of China’s Extraordinary Rise" mengatakan bahwa trend yang terjadi di pasar berjangka ini bisa menyebar ke pasar saham.
"Orang-orang akan mengatakan, saya tidak akan berinvestasi di pasar saham China karena terlalu sulit untuk berdagang di sana," kata Howie. "Tidak hanya itu, pemerintah China membuat kebijakan yang selalu berubah dan mengubah aturan tersebut setiap beberapa hari."
Setiap minggu pemerintah China membuat pengumuman kebijakan perdagangan baru, yang kadang-kadang bisa berubah lagi dalam waktu singkat. Kebijakan terbaru yang diusulkan Beijing untuk pasar saham adalah membatasi rentang di mana saham bisa diperdagangkan setiap hari.
Pihak berwenang di China sekarang mempertimbangkan menghentikan perdagangan selama sehari, setiap kali indeks saham perusahaan utama atau indeks CSI300 mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 7 persen. Jika indeks CSI300 naik atau turun sebesar 5 persen, perdagangan saham akan ditangguhkan selama 30 menit.
Dalam banyak hal intervensi kuat pemerintah China terhadap pasar dilakukan pada saat pasar mengalami masa-masa sulit. Namun, para analis mengatakan seharusnya intervensi pemerintah dilakukan ketika pasar saham sedang mengalami kenaikan.
"China telah menderita selama beberapa bulan terakhir karena selama ini menolak untuk mengatur pasar saham secara benar, yang mengakibatkan kejatuhan akibat "gelembung" ekonomi yang pecah," kata Howie.
Howie mengatakan, pemerintah China seharusnya fokus pada peningkatan transparansi perusahaan negara dan praktik-praktik perdagangan. Menurut Goldman Sachs, "tim nasional" ekonomi pemerintah telah menghabiskan lebih dari $230 miliar (sekitar Rp 3.280 Triliun) dalam langkah-langkah stimulus.
Pasar saham China tetap menjadi bagian penting dari pembangunan ekonomi negara, itulah sebabnya mengapa pemerintah China melakukan segala upaya untuk menyelamatkan pasar saham dari kejatuhan.