Seorang laki-laki Tibet membakar diri dan meninggal pada, Rabu (8/3), di Kota Meruma, di Kabupaten Ngaba, Provinsi Sichuan, Tibet timur, untuk memprotes kekuasaan China di Tibet.
Sumber dan media sosial Tibet mengatakan Tsekho, ayah dua anak, membakar diri sekitar pukul 5 pagi waktu setempat.
Protes Tsekho dilakukan beberapa hari sebelum peringatan Hari Pemberontakan Tibet pada 10 Maret 1959, ketika ribuan orang Tibet bangkit melawan militer China dan mendeklarasikan kemerdekaan Tibet.
Presiden Tibet di pengasingan, Lobsang Sangay, pada Rabu mengungkapkan keprihatinan mendalam atas laporan terjadinya lagi protes bakar diri.
"Meskipun berulang kali pemerintah Tibet Pusat menghimbau agar orang tidak melakukan tindakan drastis, sekurangnya 152 orang Tibet, termasuk Tsekho, telah membakar diri sejak 2009 di Tibet," kata Sangay. Protes bakar diri biasanya berakibat fatal.
Baca: Warga Tibet Peringati 60 Tahun Dalai Lama Mengasingkan Diri ke India
Sangay mendesak pemerintah China untuk "memperhatikan seruan orang Tibet" dan mengizinkan Yang Mulia Dalai Lama kembali ke Tibet. Kepala pemerintahan Tibet di pengasingan itu mengatakan perselisihan mengenai Tibet "dapat dipecahkan dengan melanjutkan dialog dengan para wakil Tibet."
Ini adalah protes membakar diri pertama di 2018. Insiden terakhir sebelumnya terjadi Desember 2017 dan melibatkan seorang laki-laki bernama Kunbey yang juga tinggal di Kota Meruma. Sumber lokal menyebut Tsekho, yang berusia 40-an sebagai seseorang yang berjiwa kuat dan optimistis yang sangat peduli dengan perjuangan Tibet.
Sejak 2009, lebih dari 150 warga Tibet telah membakar diri untuk memrotes pendudukan militer China, yang telah berlangsung sejak 1950, dan pelanggaran hak asasi manusia serta pembatasan kebebasan agama dan budaya Tibet. [my/ds]