Tautan-tautan Akses

Sejumlah LSM Tuduh ADB Tetap Danai PLTU di Indonesia di Tengah Kampanye Penggunaan Energi Bersih


Pembangunan baru PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. (Foto: AFP)
Pembangunan baru PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. (Foto: AFP)

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menuduh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) secara tidak langsung mendanai pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) di Indonesia melalui pinjaman sebesar $600 juta meski lembaga itu berjanji tidak akan mendanai proyek-proyek terkait dengan bahan bakar fosil

Hal itu terungkap dalam laporan terbaru.

Laporan yang dibuat oleh empat LSM tersebut menyatakan bahwa ADB memberi pinjaman kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2021 untuk mendukung rencana bisnis PLN selama sepuluh tahun ke depan dan mempromosikan penggunaan energi bersih. Pinjaman ADB itu tidak memiliki klausul yang membatasi penggunaan dana untuk pembangunan PLTU baru.

Rencana PLN tersebut mencakup lebih dari dua belas proyek PLTU baru, termasuk proyek pengembangan PLTU Suralaya yang merupakan salah satu pembangkit listrik batu bara terbesar di Asia Tenggara. Proyek tersebut akan menambah dua unit pembangkitan listrik baru selain delapan unit yang sudah beroperasi.

Asap dan uap mengepul dari PLTU milik Indonesia Power, di samping area Proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, 11 Juli 2020. (Foto: Reuters)
Asap dan uap mengepul dari PLTU milik Indonesia Power, di samping area Proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, 11 Juli 2020. (Foto: Reuters)

"Perjanjian pinjaman ADB tidak hanya tidak mengecualikan batu bara. Perjanjian tersebut malah memberi PLN izin untuk menggunakan pendanaan dari ADB untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara," kata Dustin Roasa, direktur penelitian di Inclusive Development International, yang menerbitkan laporan tersebut pada Rabu.

“Pengeluaran pinjaman yang memenuhi syarat jelas mencakup semua rencana 10 tahun PLN, yang tidak mengabaikan batubara baru,” katanya.

Laporan tersebut menggambarkan pengalaman warga setempat terkait ekspansi sebelumnya di Suralaya yang menyebabkan keluarga-keluarga terpaksa mengungsi, mengurangi sumber daya ikan,dan menyebabkan anak-anak mereka sakit.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan tahun lalu oleh Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) berbasis di Eropa, dampak polusi dari Suralaya menyebabkan kerugian sebesar $1 miliar setiap tahunnya karena kematian yang dapat dicegah, absensi kerja, dan biaya pengobatan.

"Entitas yang didanai pemerintah seperti ADB harus secara jelas mencantumkan pengecualian terhadap batu bara dalam kontraknya... untuk mengakhiri pendanaan batu bara sepenuhnya," ujar Daniel Willis, advokat kampanye keuangan di LSM Recourse.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa dana pinjaman tersebut didepositokan ke rekening bank umum PLN dan tidak dialokasikan ke rekening terpisah yang dapat dipantau, sehingga memungkinkan untuk digunakan sesuai keinginan PLN. Meskipun demikian, laporan tersebut tidak mengklaim bahwa pinjaman tersebut langsung digunakan untuk mendanai proyek di Suralaya.

PLN dan ADB tidak menanggapi permintaan komentar AFP mengenai laporan tersebut, yang dirilis menjelang pertemuan tahunan bank tersebut di Georgia minggu depan. Laporan tersebut mengatakan ADB sebelumnya membantah pinjaman tersebut dapat digunakan untuk PLTU.

Bank tersebut memberikan pinjaman dan hibah untuk proyek-proyek di negara-negara termiskin di kawasan Asia-Pasifik dan telah berjanji untuk tidak mendanai “kapasitas baru berbasis batubara untuk listrik dan pemanas”.

ADB memiliki program pendanaan bagi pemerintah di Asia untuk mengakhiri operasi PLTU, dan pada Desember, mereka menyetujui kesepakatan dengan operator PLTU Cirebon-1 untuk menutupnya tujuh tahun lebih awal. [ah/ft]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG