Sekjen PBB António Guterres hari Kamis (28/9) menyerukan “tindakan cepat” untuk menghentikan situasi yang memburuk di negara bagian Rakhine, Myanmar Utara, di mana setengah juta orang, kebanyakan Muslim Rohingya, melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh bulan lalu.
Dalam pertemuan terbuka Dewan Keamanan PBB, Guterres mengatakan bahwa situasi di sana telah menjadi keadaan darurat pengungsi yang berkembang paling cepat di dunia, menjadi mimpi buruk kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Dewan Keamanan telah tiga kali membahas situasi di sana secara tertutup bulan lalu. Sidang Kamis kemarin merupakan yang pertama sejak 2009 di mana Dewan Keamanan membahas Myanmar secara terbuka.
Guterres menyerukan diakhirinya operasi militer, akses bantuan tanpa hambatan, dan pemulangan pengungsi yang aman dan secara sukarela ke tempat asal mereka.
Guterres menambahkan, tampaknya ada pola kekerasan yang sangat mengganggu dan terjadi pergerakan besar sebuah kelompok etnis dari rumah mereka.
Ia dan komisaris HAM PBB sama-sama menyatakan prihatin bahwa apa yang terjadi di negara bagian Rakhine adalah pembersihan etnis.
Guterres mengatakan masalah intinya adalah berkepanjangannya status Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan dan diskriminasi yang terkait dengan itu. “Muslim di Rakhine harus diberi kewarganegaraan,” tegasnya. [uh/lt]