Tautan-tautan Akses

Sektor Pendidikan Tinggi AS Terpukul


Seorang mahasiswa Universitas Negeri Dakota Utara (NDSU) yang mengenakan masker pelindung berjalan melewati gedung Teknik Selatan di kampus saat wabah COVID-19 berlanjut di Fargo, Dakota Utara, AS, 25 Oktober 2020. (Foto: REUTERS/Bing Guan)
Seorang mahasiswa Universitas Negeri Dakota Utara (NDSU) yang mengenakan masker pelindung berjalan melewati gedung Teknik Selatan di kampus saat wabah COVID-19 berlanjut di Fargo, Dakota Utara, AS, 25 Oktober 2020. (Foto: REUTERS/Bing Guan)

Setelah sektor pendidikan tinggi AS didera berbagai pukulan dalam beberapa tahun terakhir, kini sektor tersebut dihadapkan pada anjloknya pendaftaran mahasiswa internasional di berbagai kampus AS. Hal itu dikarenakan biaya yang tinggi, hambatan imigrasi, peluang pekerjaan, dan retorika politik.

Pandemi COVID-19 telah mempercepat anjloknya pendaftaran mahasiswa internasional. Institute of International Education atau IIE mengatakan pendaftaran tersebut mengalami penurunan hingga 43 persen pada semester musim gugur 2020.

Selain itu, perang dagang antara AS dan China bisa menyebabkan universitas di Amerika menderita kerugian $1,15 miliar dalam bentuk penerimaan uang kuliah yang hilang, kata studi dari University of California, San Diego.

“Penerimaan uang kuliah mahasiswa asing merupakan faktor penting dari ekspor jasa Amerika,” demikian kata penulis studi itu. “Meskipun banyak pembahasan perdagangan dengan China difokuskan pada defisit perdagangan barang, hanya sedikit perhatian diberikan pada surplus perdagangan terkait layanan pendidikan.”

Para siswa bertepuk tangan saat Presiden China Xi Jinping memberikan pidato saat berkunjung ke Lincoln High School di Tacoma, Washington, 23 September 2015. (Foto: REUTERS/David Ryder)
Para siswa bertepuk tangan saat Presiden China Xi Jinping memberikan pidato saat berkunjung ke Lincoln High School di Tacoma, Washington, 23 September 2015. (Foto: REUTERS/David Ryder)

Sekitar sepertiga dari lebih satu juta mahasiswa asing di Amerika berasal dari China, menurut laporan Open Doors dari IIE. Laporan itu menunjukkan, bagaimana pertumbuhan pendapatan kelas atas China terkait dengan ekspor jasa pendidikan dari Amerika. Kelompok ini semakin banyak mengirim anak-anak mereka untuk belajar di luar negeri.

Peneliti laporan ini memperoleh temuan, sekitar 30 ribu mahasiswa China tidak akan mendaftar ke universitas Amerika dalam 10 tahun ke depan. Ini mengakibatkan penurunan ekspor jasa pendidikan sebesar 8 persen dan sekitar $1,15 miliar dalam bentuk kerugian untuk lembaga pendidikan tinggi di Amerika.

Laju pendaftaran mahasiswa China tumbuh 0,8 persen tahun lalu kata IIE.

Guarav Khanna adalah salah satu penulis laporan “Trade Liberalization and Chinese Students in U.S. Higher Education,” yang terbit pada Juli 2020.

“Itu benar-benar angka yang kecil dibandingkan pertumbuhan eksponensial yang kita saksikan lima tahun sebelumnya,” kata Khanna kepada VOA. “Laju mahasiswa asing benar-benar tinggi waktu itu, dan sangat menurun setelah 2016. Penurunan ini semakin buruk akibat perang dagang.”

Tarif dagang tinggi yang diberlakukan Amerika berdampak pada kota-kota paling makmur di China. Akibatnya, pendaftaran mahasiswa China ke universitas di Amerika juga menurun. Sementara itu, negara-negara lain menggiatkan perekrutan mahasiswa China.

Dalam sebuah kolom opini di Brisbane Times pada 19 Februari, John Brumby, Rektor La Trobe University, menulis: Mengingat pendidikan adalah ekspor Australia yang ke empat terbesar, mahasiswa internasional harus disambut dengan tangan terbuka dan diberi insentif untuk mendaftarkan diri ke lembaga pendidikan tinggi Australia.

Gedung Fisher Fine Arts di kampus University of Pennsylvania di Philadelphia, Pennsylvania, AS, 25 September 2017. (Foto: REUTERS/Charles Mostoller)
Gedung Fisher Fine Arts di kampus University of Pennsylvania di Philadelphia, Pennsylvania, AS, 25 September 2017. (Foto: REUTERS/Charles Mostoller)

Selain itu, katanya, mahasiswa China mampu menggairahkan ekonomi Australia dan mendukung penciptaan paling sedikit 250 ribu lapangan pekerjaan di negara Kangguru itu.

“Mahasiswa memilih studi di luar negeri, tetapi mereka memilih negara-negara seperti Kanada dan Australia, yang tidak hanya berusaha mempermudah para mahasiswa ini, tetapi juga mempermudah mereka untuk tinggal dan bekerja sesudahnya,” kata Khanna. “Dalam dua tahun terakhir, Amerika justru mempersulit para mahasiswa ini.”

Pemerintahan Biden tampaknya akan meneruskan perang dagang dengan China. Kantor berita Associated Press melaporkan, kebijakan ini akan terus berimbas pada pendaftaran mahasiswa asing. [jm/ka]

XS
SM
MD
LG