Selandia Baru, Kamis (17/2), mengatakan tidak akan berurusan dengan Myanmar di bawah kesepakatan perdagangan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). Sikap tersebut diambil Selandia Baru untuk menanggapi kekerasan yang menelan banyak korban jiwa dan kemunduran demokrasi di negara Asia Tenggara itu setelah militer merebut kekuasaan tahun lalu.
RCEP merupakan kesepakatan perdagangan bebas terbesar antara 15 negara. Kesepakatan itu melibatkan China tetapi tidak menyertakan Amerika Serikat.
Dua diplomat Asia mengatakan kepada Associated Press bahwa Selandia Baru telah memberi tahu anggota-anggota lain RCEP bahwa negara itu tidak akan mengakui “instrumen ratifikasi'' Myanmar – salah satu dokumen kunci yang mengikat suatu negara pada pakta perdagangan bebas itu -- karena menentang pemerintah yang dipimpin militer.
Belum jelas apakah tindakan Selandia Baru akan menyebabkan Myanmar dikeluarkan dari RCEP.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari tahun lalu dalam pengambilalihan yang memicu protes jalanan yang meluas dan pembangkangan sipil. Sekitar 1.500 warga sipil tewas akibat tindakan pasukan keamanan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Suu Kyi, 76, tetap ditahan bersama para pejabat lain yang digulingkan dan menghadapi serangkaian tuduhan yang menurut kelompok-kelompok HAM tidak berdasar.
Selandia Baru termasuk di antara negara-negara Barat yang dengan cepat menentang pengambilalihan itu. Negara itu menangguhkan semua kontak militer dan politik tingkat tinggi dengan Myanmar dan menyerukan para pemimpin militer untuk segera membebaskan semua pemimpin politik dan memulihkan pemerintahan sipil. Negara itu mengeluarkan kebijakan larangan perjalanan bagi para jenderal Myanmar.
Kepada Associated Press, juru bicara Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru mengatakan pemerintahnya mempertahankan sikap berprinsip terhadap Myanmar, dan ini termasuk sikap bahwa RCEP tidak berlaku antara Selandia Baru dan Myanmar kali ini.
Sementara itu, dalam perkembangan terpisah, para menteri luar negeri ASEAN bertemu di ibukota Kamboja Phnom Penh, Kamis (17/2), untuk membahas isu-isu regional, termasuk Myanmar. Tidak jelas apakah langkah Selandia Baru terhadap Myanmar akan diangkat, tetapi para diplomat menggambarkan masalah itu sebagai “masalah besar''.
Myanmar, anggota ASEAN, tidak menghadiri pertemuan di Phnom Penh sebagai protes atas permintaan blok regional itu agar mengirimkan perwakilan non-politik dan bukan diplomat tinggi yang ditunjuk militer, Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin.
Keputusan ASEAN untuk membatasi partisipasi Myanmar mencerminkan kefrustrasian kelompok itu yang semakin besar atas ketidakpatuhan Myanmar dengan perjanjian lima langkah tahun lalu, yang mencakup janji para pemimpin militernya untuk mengizinkan utusan khusus ASEAN bertemu Suu Kyi dan para pemimpin lainnya yang ditahan untuk mendorong dialog yang ditujukan untuk meredakan krisis.
Dua diplomat Asia, yang membeberkan informasi kepada Associated Press namun meminta nama mereka dirahasiakan, mengatakan bahwa RCEP kemungkinan akan tetap dijalankan meskipun ada keputusan Selandia Baru untuk tidak melibatkan Myanmar dalam kesepakatan perdagangan bebas yang diprakarsai China itu.
RCEP awalnya direncanakan akan mencakup sekitar 3,6 miliar orang serta memengaruhi sekitar sepertiga dari perdagangan dunia dan PDB global. Meskipun India mundur sebelum kesepakatan itu ditandatangani pada November tahun lalu, RCEP masih mencakup lebih dari 2 miliar orang dan hampir sepertiga dari semua aktivitas perdagangan dan bisnis global. [ab/uh]