Meski secara umum berjalan lancar, proses Pilkada di 101 daerah di Indonesia daerah menyimpan potensi konflik terbuka karena banyak yang menghasilkan perolehan suara yang berselisih tipis . Di Kota Yogyakarta, contohnya, pilkada hanya diikuti dua pasangan calon dan selisih perolehan suaranya kurang dari 1 persen.
Ratusan massa pendukung pasangan calon Imam Priyono-Achmad Fadli di Pilkada Kota Jogja mendatangi KPU setempat hari Senin siang. Menurut koordinator aksi, Antonius Fokki Ardianto, mereka menuntut netralitas penyelenggara Pilkada dan meminta pembukaan kembali kotak suara. Demo kali ini sebagai respon atas berbagai persoalan selama proses pencoblosan pada 15 Februari lalu.
“Sebelumnya, kotak suara bisa dibuka, kertas suara yang rusak bisa dilihat oleh semua saksi. Tetapi justru ketika ada anggota KPU yang hadir, tiba-tiba kotak suara di TPS 19 tidak boleh dibuka,” kata Antonius Fokki Ardianto.
Kota Yogya adalah satu dari beberapa daerah di Indonesia yang hasil perolehan suara pasangan calon hanya berbeda sedikit dalam Pilkada hari Rabu pekan lalu.
Selain Yogya, selisih tipis juga terjadi di Provinsi Banten dan Provinsi Sulawesi Barat. Selisih suara yang kurang dari 1 persen memotivasi calon yang sementaraini dinyatakan kalah meminta penghitungan ulang.
Danang Rudyatmoko,Ketua Tim Pemenangan pasangan Imam-Fadli di Yogyakarta menyatakan, pihaknya menuntut transparansi dan integritas penyelenggara Pilkada. Dengan jumlah pengguna hak pilih. 214.000 dalam Pilkada kali ini, ada 14.000 suara yang tidak sah. Danang mempertanyakan besarnya surat suara tidak sah ini, dan menuntut KPU membuka kembali kotak suara.
“Suara rakyat Yogyakarta yang telah memberikan pilihannya, harus terus kita kawal. Ada banyak kejanggalan yang terjadi selama proses pencoblosan hingga penghitungan suara, dan banyak pemilih tidak bisa menggunakan hak karena berbagai alasan,” ungkap Danang.
Dalam Pilkada Kota Yogya, pasangan Haryadi Suyuti - Heroe Poerwadi memperoleh 100.332 suara atau 50,30 persen, sedangkan pasangan Imam Priyono-Achmad Fadli meraih 99.143 suara atau 49,70 persen. Angka ini berdasar penghitungan data model C1 dari 794 TPS di Kota Yogya. Hampir tujuh persen surat suara rusak adalah kenyataan yang cukup mengejutkan, mengingat Yogya dikenal sebagai kota dengan latar belakang pendidikan masyarakat yang cukup tinggi.
Ketua KPU Kota Yogyakarta Wawan Budiyanto yang menemui demonstran menjamin lembaganya bersikap netral. KPU bekerja di bawah pengawasan lembaga bentukan pemerintah dan pemantau independen. Terkait tuntutan untuk membuka kembali kotak suara untuk pemeriksaan surat suara secara lebih teliti, Wawan mengaku bisa dilakukan dengan rekomendasi lembaga pengawas.
"Kita tidak menghalang-halangi sepanjang itu diatur dalam perundang-undang kita akan jalankan. Kami akan berupaya sekuat tenaga untuk melaksanakan sesuai perundangan. Jika kami melanggar silahkan diadukan ke Panwas," ujar Wawan.
Ketua Komisi A DPRD Provinsi DIY, Eko Suwanto meminta lembaga pengawas untuk menegakkan aturan secara adil.Ia juga meminta lembaga pengawas untuk menanggapi keluhan masyarakt dan mengambil tindakan lebih lanjut yang menyeluruh. Apalagi, katanya, Indonesia telah memiliki aturan pidana Pemilu yang sangat jelas. “Ketegasan Panitia Pengawas Pilkada akan membuat masyarakat percaya terhadap proses hukum,” kata Eko.
Dihubungi terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengapresiasi pelaksanaan Pilkada serentak yang relatif aman. Kini, semua memang sedang memasuki periode kritis kedua, yaitu proses penghitungan suara. Hingga hari pengesahan perolehan suara secara resmi, konflik memang bisa terjadi terutama di daerah-daerah dengan selisih perolehan yang ketat.
Masykurudin Hafidz mendorong KPU di daerah untuk bersikap profesional, transparan dan adil. Lembaga pengawasan juga harus bekerja independen menjamin penegakan hukum. Khusus untuk daerah yang berpotensi timbul sengketa, Hafidz berpesan agar ada kedewasaan politik, khususnya bagi pasangan calon dan partai pendukungnya.
“Kedewasaan masyarakat sudah sangat teruji ketika kemarin meskipun persaingannya cukup tinggi, perbedaannya mencolok, tetapi ketika sudah diketahui hasilnya, misalnya melalui hitung cepat atau rekap C1, mereka biasa-biasa saja. Tetap saling menghormati, bekerja kembali, bersaudara kembali. Jadi tidak ada hubungannya antara perbedaan pilihan politik dengan persahabatan. Nah, itu harus ditiru oleh Pasangan Calon peserta Pilkada,” kata Masykurudin Hafidz.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X sudah meminta seluruh pasangan calon dalam Pilkada untuk menerima apapun hasil resmi dari KPU. Dalam keterangan kepada media di Yogyakarta Sultan menegaskan, berapapun selisih perolehan suara yang muncul tidak bisa dijadikan alasan munculnya aksi kekerasan. [ns/lt]