Puluhan ribu warga Tunisia berbaris di jalan-jalan ibukota sebagai aksi solidaritas melawan militan Islamis, Minggu (29/3), beberapa jam setelah pemerintah mengumumkan pasukannya telah menewaskan sembilan orang tersangka pelaku serangan Museum Bardo.
Perdana Menteri Tunisia Habib Essid mengatakan kepada wartawan sebuah penyerbuan di wilayah Gafsa di sebelah selatan telah menewaskan sembilan militan dari kelompok lokal Okba Ibn Nafaa, termasuk Lokman Abu Sakhr dari Aljazair, yang dicurigai sebagai otak serangan.
Serangan 18 Maret di Tunis menewaskan 21 turis asing dan seorang polisi, mengguncang negara yang dipuji sebagai model demokrasi yang damai sejak gerakan 'Arab Spring' tahun 2011.
Lautan merah putih, warna bendera Tunisia dengan bendera bulan sabit dan bintang, terlihat di jalanan utama di Tunis di mana beberapa pemimpin dunia, termasuk Presiden Perancis Francois Holland berencana untuk melakukan apel dengan slogan "Le Monde est Bardo" (Dunia adalah Bardo).
"Kami telah menunjukkan kami rakyat demokratis, rakyat Tunisia moderat dan tidak ada ruang bagi teroris di sini," ujar salah seorang demonstran, Kamel Saad. "Hari ini semua orang bersama kami."
Ribuan polisi dan tentara mengambil posisi di berbagai titik di ibukota ini.
Sebagai salah satu negara paling sekuler di dunia Arab. Tunisia telah mampu menghindari kekerasan selama empat tahun belakangan sejak penggulingan diktator Zine El-Abidine Ben Ali. Tidak seperti Libya, Yaman dan Suriah yang terjerumus pada perang dan kekacauan, Tunisia berhasil menerapkan konstitusi baru dan mengadakan pemilu yang bebas.
Tapi pembantaian di Bardo menjadi salah satu lembaran terburam dalam sejarahnya. Pengunjung dari Jepang, Polandia, Spanyol, Perancis dan Kolombia termasuk dalam korban serangan, yang menurut pemerintah Tunisia dimaksudkan untuk menghancurkan industri turismenya yang vital.
"Tunisia menginginkan Perancis bersama mereka, dan Perancis berada di samping Tunisia, cikal bakal 'Arab Spring,' dan sekarang korban aksi yang penuh kebencian," ujar Holland sebelum bertolak ke Tunisia.
Perdana Menteri Matteo Renzi juga akan ikut serta dalam apel akbar, bersama dengan pemimpin dari Palestina, Polandia, Belgia, Libya dan Aljazair.
Kelompok yang menyebut dirinya Negara Islam (ISIS) telah menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu, walaupun pemerintah Tunisia berkeyakinan Okba Ibn Nafaa yang berbasis di pegunungan Chaambi di perbatasan dengan Aljazair, sebagai pelakunya.
Kelompok tersebut sebelum bersekutu dengan al-Qaida, namun telah mengindikasikan pergantian aliansi dengan ISIS, kelompok yang kini menguasai sebagian Irak dan Suriah.
Serangan di Tunis menunjukkan bagaimana kaburnya posisi kelompok-kelompok militan Islamis yang mengincar Afrika bagian utara, terutama di Libya, di mana kekacauan politik dan pertikaian antar faksi memungkinkan ISIS meningkatkan pengaruhnya.
Dua pria bersenjata yang menyerang Museum Bardo mendapat pelatihan di kamp di Libya yang dikelola militan Tunisia. Keduanya tewas di tangan pasukan keamanan pemerintah Tunisia.