Sekali lagi militan Islamis menyerbu sebuah kampus di timur laut Pakistan, serangan berdarah yang berlangsung selama beberapa jam. Dan sekali lagi darah para mahasiswa dan dosen membasahi ruang-ruang dan lorong kampus, memicu pertanyaan soal apakah pasukan keamanan mampu melindungi institusi-institusi pendidikan di negara itu dari para ekstrimis.
Sedikitnya 20 orang tewas dan 23 lainnya luka-luka dalam serangan terhadap Universitas Bacha Khan di Charsadda hari Rabu (20/1) sebelum empat laki-laki bersenjata yang menyerang kampus itu tewas dalam pengepungan militer. Dua dosen termasuk di antara korban tewas, termasuk seorang pakar kimia yang dipuji sebagai pahlawan karena melepaskan tembakan ke arah para penyerang supaya mahasiswa-mahasiswanya bisa melarikan diri.
Serangan di kampus itu mengingatkan kepada pembantaian sebuah sekolah yang dikelola militer di dekat Peshawar pada bulan Desember 2014 yang menewaskan 150 orang, terutama anak-anak.
Faksi yang memisahkan diri dari Taliban mengaku bertanggungjawab dalam serangan di kampus Bacha Khan itu, meskipun juru bicara organisasi Taliban yang dipimpin Mullah Fazlullah menyangkal terlibat dan menyebut serangan itu “tidak Islami”.
Aksi kekerasan itu menunjukkan betapa rentannya sekolah-sekolah di Pakistan dimana para ekstrimis berupaya mencegah pendidikan ala Barat, terutama bagi anak perempuan.
Malala Yousafzai – yang dianugerahi Nobel Perdamaian – ditembak di kepala oleh Taliban di luar sekolahnya di Lembah Swat tahun 2012, karena dukungannya pada kesetaraan jender dan pendidikan bagi anak perempuan. Malala mengatakan “pedih” melihat serangan terbaru di kampus Bacha Khan.
Direktur Pakistan Institute for Peace Studies Muhammed Amir Rana mengatakan kepada Associated Press, beberapa sekolah telah ditutup akhir pekan lalu setelah inteljen mengatakan bahwa militan berencana melakukan serangan. Juru bicara pemerintah propinsi mengatakan sekolah-sekolah itu ditutup sebagai bagian dari latihan keamanan.
Setelah serangan di Peshawar tahun 2014 lalu, pemerintah berjanji akan membentuk Direktorat Intelijen gabungan, tetapi hingga kini belum terwujud.
Militer adalah salah satu institusi paling berkuasa di Pakistan, sama halnya dengan badan intelijen yang dikenal dengan sebutan ISI. Sangat sulit bagi pemerintah sipil untuk mencampuri otorita dan membentuk inteljen gabungan dengan pasukan keamanan yang dioperasikan pemerintah, seperti polisi.
Militer Pakistan telah menyerbu tempat-tempat persembunyian militan di daerah-daerah kesukuan yang berbatasan dengan Afghanistan sejak Juni 2014, menghentikan operasi militan Taliban-Pakistan. Menurut para analis, serbuan itu membuat ekstrimis beralih menyerang sasaran-sasaran yang lebih lunak seperti sekolah. [em]