Tautan-tautan Akses

Serangan di New Orleans Menandai Upaya ISIS untuk Kembali


Seorang anggota yang loyal terhadap Negara Islam di Irak dan Syam (ISIS) mengibarkan bendera ISIL di Raqqa pada 29 Juni 2014. (Foto: Reuters)
Seorang anggota yang loyal terhadap Negara Islam di Irak dan Syam (ISIS) mengibarkan bendera ISIL di Raqqa pada 29 Juni 2014. (Foto: Reuters)

Pada puncak kekuasaannya antara 2014-2017, "kekhalifahan" ISIS menerapkan hukuman mati dan penyiksaan terhadap kelompok-kelompok masyarakat di sebagian besar wilayah Irak dan Suriah, serta memiliki pengaruh besar di seluruh Timur Tengah.

Seorang veteran Angkatan Darat Amerika Serikat yang mengibarkan bendera ISIS hitam di truk yang menabrak kerumunan perayaan Tahun Baru di New Orleans. Insiden itu menunjukkan bahwa kelompok ekstremis tersebut masih bisa menginspirasi tindak kekerasan meski mengalami kekalahan besar dari koalisi militer yang dipimpin Washington.

Pada puncak kekuasaannya antara 2014-2017, "kekhalifahan" ISIS menerapkan hukuman mati dan penyiksaan terhadap kelompok-kelompok masyarakat di sebagian besar wilayah Irak dan Suriah, serta memiliki pengaruh besar di seluruh Timur Tengah.

Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS yang tewas pada 2019 dalam operasi oleh pasukan khusus Amerika Serikat di Suriah barat laut, muncul dari persembunyiannya untuk memimpin kelompok garis keras itu dan mengklaim dirinya sebagai 'khalifah' bagi seluruh umat Islam.

Kekhalifahan tersebut runtuh pada 2017 di Irak, tempat mereka pernah memiliki pangkalan yang hanya berjarak 30 menit berkendara dari Baghdad, dan di Suriah pada 2019. Keruntuhan itu merupakan dampak dari operasi militer berkelanjutan yang dilakukan koalisi yang dipimpin Amerika.

Bendera ISIS yang dilukis di atas rak buku terlihat di sel penjara Pul-e-Charkhi di Kabul, Afghanistan, 15 September 2021. (Foto: WANA via REUTERS)
Bendera ISIS yang dilukis di atas rak buku terlihat di sel penjara Pul-e-Charkhi di Kabul, Afghanistan, 15 September 2021. (Foto: WANA via REUTERS)

ISIS menanggapi dengan menyebar dalam sel-sel otonom, dengan kepemimpinan yang bersifat rahasia dan ukuran keseluruhannya yang sulit diukur. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan jumlah anggota ISIS mencapai 10.000 di wilayah inti.

Koalisi yang dipimpin Amerika, dengan sekitar 4.000 tentara Amerika di Suriah dan Irak, terus melancarkan serangan udara dan penyerbuan terhadap militan, yang menurut militer Amerika berhasil membunuh dan menangkap ratusan anggota dan pemimpinnya.

Namun, ISIS tetap mampu melancarkan beberapa operasi besar sambil berusaha bangkit kembali dan terus mengilhami serangan-serangan yang dilakukan oleh aktor tunggal atau dikenal dengan istilah "lone wolf (serigala penyendiri)", termasuk serangan di New Orleans yang menewaskan 14 orang.

Serangan itu mencakup penembakan di sebuah gedung musik di Rusia pada Maret 2024 yang menewaskan sedikitnya 143 orang, serta dua ledakan yang menghantam upacara resmi di Kerman, Iran, pada Januari 2024, menewaskan hampir 100 orang.

Meskipun mendapat tekanan kontraterorisme, ISIS kembali solid, "memperbaiki operasi medianya, dan memulai kembali persekongkolan eksternal," kata Penjabat Direktur Pusat Kontraterorisme Nasional Amerika Serikat Brett Holmgren pada Oktober.

Faktor geopolitik memfasilitasi kebangkitan kembali ISIS. Perang Israel melawan Hamas di Gaza menyulut kemarahan dunia yang dimanfaatkan para jihadis untuk melakukan perekrutan. Ancaman yang dihadapi Kurdi Suriah, yang menahan ribuan tahanan ISIS, juga berpotensi membuka peluang bagi kelompok tersebut untuk bangkit kembali.

ISIS belum secara resmi mengklaim bertanggung jawab atas serangan di New Orleans atau memberikan pernyataan pujian di platform media sosial mereka. Namun, para pendukungnya telah memuji serangan tersebut, menurut keterangan badan penegak hukum Amerika Serikat.

Seorang pejabat senior pertahanan Amerika Serikat, yang tidak ingin disebutkan namanya, menyatakan bahwa kekhawatiran semakin meningkat terkait dengan langkah ISIS yang memperluas upaya perekrutannya dan mencoba bangkit kembali di Suriah.

Kekhawatiran itu semakin memuncak setelah tumbangnya Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Desember, menciptakan potensi bagi kelompok militan seperti ISIS untuk memanfaatkan kekosongan kekuasaan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken memperingatkan bahwa ISIS akan memanfaatkan masa ketidakpastian ini untuk membangun kembali kekuatan di Suriah. Namun, Blinken menegaskan bahwa Amerika Serikat berkomitmen untuk mencegah hal itu terjadi.

YPG (Unit Perlindungan Rakyat Kurdi) terlukis di dinding bendera ISIS di sebuah rumah di Tal Abyad, Suriah, 16 Oktober 2019. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
YPG (Unit Perlindungan Rakyat Kurdi) terlukis di dinding bendera ISIS di sebuah rumah di Tal Abyad, Suriah, 16 Oktober 2019. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)

"Sejarah menunjukkan betapa cepatnya momen-momen yang menjanjikan dapat berubah menjadi konflik dan kekerasan," katanya.

Sebuah tim PBB yang memantau aktivitas ISIS memperingatkan Dewan Keamanan pada Juli tentang ancaman kebangkitan kelompok tersebut di Timur Tengah. Mereka juga menyatakan kekhawatiran yang meningkat atas kemampuan ISIS-Khorasan di Afghanistan untuk melancarkan serangan lintas batas.

Pemerintah Eropa memandang ISIS-K sebagai "ancaman teroris eksternal terbesar bagi Eropa," katanya.

Tim tersebut menyatakan bahwa selain serangan yang terjadi, jumlah rencana yang digagalkan atau dilacak di Republik Islam Iran, Levant, Asia, Eropa, dan bahkan mungkin hingga Amerika Utara sangat mencolok.

Jim Jeffrey, mantan duta besar Amerika untuk Irak dan Turki serta Utusan Khusus untuk Koalisi Global untuk Mengalahkan ISIS, mengatakan bahwa kelompok tersebut telah lama berusaha menginspirasi serangan serigala tunggal seperti yang terjadi di New Orleans.

Namun, ancaman utama tetap berupa upaya ISIS-K untuk meluncurkan serangan besar-besaran yang menelan korban massal, seperti yang terjadi di Moskow, Iran, dan Eropa pada 2015 dan 2016, kata Jeffrey.

ISIS juga terus berfokus pada Afrika.

Minggu ini, dilaporkan bahwa 12 militan ISIS yang menggunakan kendaraan jebakan menyerang pangkalan militer di wilayah Puntland, timur laut Somalia. Serangan tersebut menewaskan sekitar 22 tentara dan puluhan lainnya terluka.

Serangan itu disebut "pukulan terbesar tahun ini. Serangan kompleks yang pertama kali terjadi."

Analis keamanan menyatakan bahwa ISIS di Somalia semakin kuat karena masuknya pasukan asing dan pendapatan yang lebih banyak dari pemerasan bisnis lokal, yang menjadikannya "pusat saraf" kelompok itu di Afrika. [ah/ft]

Forum

XS
SM
MD
LG