20 Oktober 2015, tepat satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sejumlah kalangan menilai presiden Jokowi selama setahun ini belum mampu merealisasikan sembilan program yang diprioritaskannya ketika kampanye yang dikenal dengan Nawacita secara baik.
Sembilan program tersebut diantaranya membangun Indonesia dengan memperkuat daerah-daerah desa dalam kerangka negara kesatuan, menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan percaya serta meningkatkan produktivitas rakyat.
Survei Indo Barometer menyatakan kepuasan publik terhadap satu tahun kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menurun dibanding enam bulan lalu.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (17/10) menjelaskan kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta kabinetnya hanya mencapai 46 persen, turun dari survei bulan Maret 2014 sebesar 57,5 persen.
Dia menilai Jokowi belum berani mengambil kebijakan tegas pada isu sensitif selama satu tahun memimpin pemerintahan. Kurangnya ketegasan Presiden Jokowi disebabkan kata Qodari minimnya kekuatan politik yang dimiliki.
"Kecendrungan Jokowi sebagai presiden dia tidak akan mengambil kebijakan-kebijakan yang dramatis. Dia biasanya mutar-mutar dulu. Pada kebijakan tertentu itu tidak tepat, contohnya kita membicarakan kondisi ekonomi sekarang ini, kita bicara soal perut rakyat, kita tidak bisa omong ini perubahan fundamental baru bisa kita rasakan 2/3 tahun lain, mati orang," kata Qodari.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi tidak tegas.
Dia mencontohkan ketika DPR ingin melakukan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengarah pada pelemahan KPK, pemerintahan presiden Jokowi bukan secara tegas membatalkan revisi tersebut tetapi malah menunda.
Padahal dalam nawacita, pemberantasan korupsi merupakan hal yangdinilai sangat penting. Di masa kepemimpinan presiden Jokowi, telah ada dua pimpinan KPK yang diproses hukum dan dua pimpinan Komisi Yudisial ditetapkan tersangka akibat kriminalisasi. Remisi untuk koruptor pun tetap dilakukan di masa presiden Jokowi.
Ketidaktegasan juga terlihat lanjut Emerson ketika memilih sejumlah pejabat atau penegak hukum seperti Kapolri.
Emerson menilai tidak maksimalnya Presiden Jokowi dalam menjalankan program nawacitanya disebabkan oleh adanya bayang-bayang atau intervensi dari ketua umum partai politik yang mendukungnya ketika mencalonkan diri sebagai presiden
Presiden Jokowi menurut Emerson harus berani keluar dari keinginan partai politik meski dia melihat usaha itu sudah mulai ditunjukan oleh Jokowi sekarang-sekarang ini.
"Dan juga kebijakan anti korupsi yang telat dan tidak berpihak. Zamannya pak SBY ketika menjabat langsung mengeluarkan inpres soal percepatan pemberantasan korupsi. Di zamannya Jokowi itu baru dikeluarkan setelah 7 bulan menjabat," kata Emerson.
Ketua DPP Partai Nasdem, salah satu partai pendukung Jokowi, Taufik Basari memahami kekecewaan sejumlah masyarakat terhadap presiden Jokowi karena memang harapan rakyat kepada Jokowi terlalu tinggi.
Tetapi yang harus dimengerti bahwa persoalan yang dihadapi oleh Indonesia beragam sehingga tambahnya perlu waktu. Menurutnya Presiden Jokowi terus berusaha untuk mewujudkan janjinya.
Pemerintahan Jokowi juga telah mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat diantaranya memperbaiki upah buruh, penambahan pemberian kredit usaha rakyat
"Bisa dikatakan dalam rangka membangun fondasi sehingga sedang membangun hasilnya belum bisa kita rasakan sekarang butuh waktu," kata Taufik Basari. [fw/eis]