Satu tahun setelah puluhan ribu warga minoritas Muslim Rohingya di Myanmar mulai melarikan diri dari penindakan keras militer ke negara tetangganya Bangladesh, pemerintah Myanmar mengatakan kondisi sudah aman untuk mereka kembali. Tetapi beberapa pengamat internasional tidak sepakat.
Kaum Rohingya yang selamat dari kampanye bumi hangus Agustus tahun lalu mengatakan kepada para pekerja bantuan di Bangladesh mengenai kejahatan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Mereka menyaksikan orang-orang yang mereka kasihi diperkosa dan dibunuh di depan mereka, dan desa mereka dibakar habis serta dipasangi ranjau darat, hingga mereka tidak bisa kembali.
Setengah juta warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh pada bulan pertama. Sekitar 200 ribu lebih menyusul beberapa bulan kemudian. Mereka masih bertahan di Cox's Bazar, yang kini menjadi kamp pengungsi terbesar di dunia.
"Ini adalah bisa dikatakan pembersihan etnis," kata Adama Dieng, penasihat khusus PBB mengenai pencegahan genosida. Ucapannya sejalan dengan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, Zeid Ra'ad Al Hussein.
Dieng mengunjungi kamp itu pada Maret. "Setelah kunjungan saya di Bangladesh, tepatnya di Cox's Bazar, di mana saya bertemu dengan para pengungsi, saya menyimpulkan bahwa kasus mereka, jika diajukan ke pengadilan, bisa mengarah pada kejahatan genosida."
Pihak berwenang Myanmar membantah keras tuduhan tersebut.
"Tidak ada bukti sama sekali bahwa ini adalah pembersihan etnis, apalagi genosida," kata duta besar Myanmar, Hau Do Suan, kepada VOA. "Cap semacam ini dan tuduhan ini memerlukan bukti konkret serta pembuktian hukum." [my]