PBB dan badan-badan bantuan internasional menyerukan diakhirinya secara damai permusuhan di Ukraina, sementara jumlah korban sipil terus meningkat dan lebih banyak orang melarikan diri dalam ketakutan ke negara-negara tetangga.
Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, yang mengumpulkan data meyakini jumlah korban yang sebenarnya jauh lebih besar daripada yang tercatat. Hal itu membuat Kepala badan HAM PBB, Michelle Bachelet, mengulangi seruannya untuk mengakhiri konflik dengan cepat dan secara damai. Konflik itu dinilai telah memicu krisis kemanusiaan.
Juru bicaranya, Liz Throssell mengatakan tidak mungkin memverifikasi kasus kematian dan warga sipil yang cedera di banyak bagian Ukraina karena konflik yang sedang berlangsung.
Liz mengatakan sebagian besar korban adalah akibat serangan udara dan senjata peledak yang digunakan pasukan Rusia. Dia menambahkan beberapa roket dan artileri berat yang digunakan di banyak kota telah merusak dan menghancurkan ratusan bangunan tempat tinggal.
Badan pengungsi PBB menyatakan lebih dari dua juta warga telah meninggalkan Ukraina ke negara-negara tetangga: Polandia, Moldova, Rumania, Hongaria, Slovakia, dan negara-negara Eropa lainnya. Namun, Ewan Watson, juru bicara Komite Internasional Palang Merah, mengungkapkan ratusan ribu orang yang terperangkap di kota pelabuhan Mariupol tidak dapat melarikan diri.
“Kami siap untuk bertindak sebagai peran perantara yang netral guna memfasilitasi perjalanan yang aman bagi warga sipil keluar dari kota itu. Tetapi kenyataan hari ini adalah situasi tersebut benar-benar apokaliptik. Hal ini semakin memburuk. Mereka kehabisan persediaan kebutuhan pokok,” kata Watson.
Proposal Rusia untuk menciptakan "koridor kemanusiaan" agar memungkinkan orang-orang meninggalkan Mariupol dengan aman, gagal setelah perjanjian gencatan senjata tidak dihormati.
Badan-badan bantuan mengatakan prioritas yang dibutuhkan termasuk tempat penampungan darurat, perawatan kesehatan, makanan, air dan sanitasi, serta dukungan psikososial untuk menangani apa yang mereka sebut epidemi trauma dan kesedihan. [mg/lt]