Kota Kabul dalam situasi menegangkan, Sabtu (8/8), menyusul terjadinya serangkaian aksi kekerasan terburuk tahun ini. Pemberontak melakukan serangkaian pemboman bunuh diri di sekitar ibukota Afghanistan itu, Jumat, yang menewaskan lebih dari 50 orang, termasuk sembilan orang di sebuah pangkalan militer Amerika.
Reporter VOA Ayaz Gul dari Islamabad melaporkan, jumlah warga sipil yang tewas kali ini merupakan yang tertinggi dalam satu hari di Kabul yang pernah dicatat misi PBB di negara itu sejak 2009.
Ketua misi PBB di Afghanistan Nicholas Haysom mengecam keras para penyerang atas jatuhnya korban sipil.
Ini merupakan gelombang kekerasan besar pertama sejak Taliban baru-baru ini mengukuhkan kematian pendirinya, Mullah Mohammad Omar. Perkembangan baru membangkitkan keraguan mengenai masa depan pembicaraan perdamaian kelompok pemberontak itu dengan pemerintah.
NATO mengatakan, salah satu tentara internasionalnya dan delapan pekerja kontrak sipil tewas Jumat malam akibat serangan terhadap kamp Integrity, sebuah pangkalan pasukan khusus Amerika dekat bandar udara di Kabul. Pernyataan yang dikeluarkan Sabtu itu tidak mengungkapkan apa kewarganegaraan para korban.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim lewat email ke VOA, Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dengan mengatakan tiga pembom bunuh diri dikerahkan untuk menyasar fasilitas AS tersebut.
Dalam serangan yang paling banyak menelan korban, Jumat, seorang pembom bunuh diri yang mengenakan seragam polisi, meledakkan bomnya di tengah kerumunan siswa akademi kepolisian Afghanistan di Kabul.
Polisi melaporkan, serangan itu menewaskan sedikitnya 27 orang dan melukai lebih dari 25 lainnya.Taliban juga mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, namun membantah terlibat dalam pemboman sebelumnya dengan truk di sebuah kawasan permukiman di ibukota yang menewaskan sedikitnya 15 orang dan melukai 240 lainnya, umumnya warga sipil.