Tautan-tautan Akses

Skandal Facebook Dapat Berdampak pada Rencana Pengawasan China Terhadap Negara-Negara Asing


Teknologi pengenalan wajah diperagakan pada stand DeepGlint dalam China Public Security Expo di Shenzen, China, 30 Oktober 2017 (foto: REUTERS/Bobby Yip)
Teknologi pengenalan wajah diperagakan pada stand DeepGlint dalam China Public Security Expo di Shenzen, China, 30 Oktober 2017 (foto: REUTERS/Bobby Yip)

China mengubah kecerdasan artifisial, pemindaian wajah, dan sistem Big Data lain ke dalam berbagai perangkat di dalam negeri untuk memperkuat sistem perintah dan pengendalian partai komunis.

Metode pengawasan dan meningkatnya penggunaan teknologi oleh partai komunis menyajikan perbedaan yang menarik dengan skandal yang terus berlangsung terkait pemanfaatan dan manipulasi data Facebook. Malah, para analis berpendapat, skandal dan akibat setelahnya akan berdampak secara serius pada berbagai upaya China untuk memperluas sistem pengawasan terhadap negara-negara lain.

Di China, pengenalan wajah dan kecerdasan artifisial dimanfaatkan untuk mereka yang menyebrang jalan sembarangan dan untuk mengendalikan jumlah tissue kamar mandi yang dapat digunakan di WC-WC umum. Pihak berwenang di kota Shenzhen yang terletak di bagian selatan baru-baru ini memanfaatkan teknologi gabungan pengenalan wajah, jaringan komputer bergerak, dan aplikasi media sosial untuk mengirimkan surat pemberitahuan denda bagi para pelanggar peraturan dalam waktu nyata.

Dan itu adalah hanya sebagian dari pengawasn oleh negara yang didukung teknologi.

Kemampuan China juga memungkinkan negara itu untuk memantau aktivitas bisnis dan politik di banyak negara yang menggunakan teknologi China, termasuk peralatan telekomunikasi, sistem pembayaran, perangkat lunak internet, dan standar teknik.

Jangkauan yang semakin luas

Jumlah negara dan pasar yang menggunakan platform teknologi China semakin bertambah setiap hari, ujar kalangan analis.

“Pengawasn yang dilakukan oleh China lewat platform-platform tersebut, memberikan keunggulan kepada perusahaan-perusahaan China dan memberi keunggulan bagi warga China dan artinya hal tersebut dapat memberikan kemudahan bagi China untuk memproyeksikan kekuatan di negara-negara yang menggunakan platform buatan perusahaan-perusahaan China,” ujar James Grimmelmann, seorang profesor di Cornell Law School kepada VOA. “Apabila kemudian anda menambahkan kemampuan China untuk mengkompilasi data yang terkumpul dan memanfaatkannya untuk tujuan pengawasan, anda dapat dengan mudah memahami bagaimana kondisi ini berubah menjadi teknik untuk pengaruh politik, bagaimana keadaan ini menjadi dasar untuk teknik memata-matai.”

Skandal Facebook-Cambridge Analytica memanfaatkan pemanfaatan data pribadi yang dikumpulkan dari 87 juta orang untuk tujuan manipulasi polik di Amerika Serikat dan negara-negara lain.

Muncul di tengah meningkatnya keprihatinan tentang dugaan manipulasi Rusia terhadap pemilu AS dan kontroversi yang mengitari pemanfaatan berita-berita palsu, kalangan analis mengatakan skandal ini akan berakibat pada perubahan peraturan yang masif di bidang-bidang seperti privasi dan monopoli data oleh beberapa perusahaan.

Dan reaksi negatif dapat terlihat di beberapa negara dimana perusahaan-perusahaan China telah mendapatkan pijakan dengan membangun infrastruktur dan internet yang rumit.

Alex Capri, seorang rekan senior di departemen analitik dan operasi NUS Business School di Singapura, mengutip kasus Malaysia, dimana raksasa Internet China, Alibaba, terintegrasi secara erat dengan bagian luas dari usaha lokal lewat platform perdagangan onlinenya.

“Banyak orang memandang Alibaba hampir sebagai dutabesar negara komunis. Sehingga hal itu membuat banyak orang merasa sangat cemas dari segi besarnya kendali dan tentunya minimnya privasi data,” ujarnya. “Ini adalah sesuatu yang pemerintah akan berjuang saat ini dan di masa depan di Asia saat berurusan dengan platform perdagangan online perusahaan raksasa China.”

Ada tanda-tanda Malaysia dan negara-negara lain akan melakukan sesuatu kepada China apa yang Beijing sudah lama lakukan pada perusahaan-perusahaan asing, khusunya permintaan bahwa server yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan asing secara fisik ditempatkan dalam batas juridiksi negara mereka. Begitu diimplementasikan, platform media sosial dan perdagangan online dapat kehilangan keunggulan bisnis yang mereka nikmati saat ini.

Tantangan dari negara-negara Eropa

Perusahaan-perusahaan China sudah menunjukkan ketertarikan untuk memperluas jangkauannya ke Eropa tidak hanya dengan membangun infrastruktur fisik namun juga data dan jaringan telekomunikasi. Mereka sekarang harus mematuhi Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR) yang baru yang mulai berlaku tanggal 25 Mei.

GDPR akan menjadi tantangan bagi perusahaan-perusahaan China yang terbiasa dengan standar dimana hanya sedikit orang biasa yang menikmati hak-hak untuk mendapatkan akses tersebut. Undang-undang Eropa membuatnya suatu kewajiban bagi perusahaan-perusahaan asing yang berbisnis di Uni Eropa untuk menjaga kemanan data warga Uni Eropa dan memastikan setiap warga yang menuntut dibukanya data tersebut dapat mengakses data pribadinya.

“Apabila seorang warga Uni Eropa, penduduk Uni Eropa, meminta Alibaba untuk menyediakan informasi dengan semua informasi yang mereka miliki dalam basis data mereka, maka Alibaba harus mematuhinya. Apabila mereka tidak mematuhinya, maka mereka akan diminta untuk menjelaskan, atau menguraikan, atau mereka akan menemui kesulitan dengan pihak berwenang di Uni Eropa,” ujar Kersi Porbunderwalla, sekretaris jenderal Kepatuhan Kopenhagen.

China tidak terpengaruh

China tampaknya akan tetap kebal terhadap gelombang perubahan peraturan yang diperkirakan akan melanda negara-negara maju setelah terbongkarnya skandal Facebook, jelas Capri.

“Model China, yang pada intinya menyatakan, ‘Lihat, negara harus memiliki akses ke semua data ini, Negara harus memerintahkan anda untuk memberikan data yang diminta, Negara juga harus mendapatkan kunci-kunci enkripsi kepada program-program yang anda buat,” ujarnya.

Ia menyatakan Partai Komunis tidak mungkin memperkenalkan perubahan aturan besar-besaran untuk melindungi privasi karena artinya ini akan memutus akses negara kepada data-data tersebut. [ww]

XS
SM
MD
LG