Tautan-tautan Akses

Somalia Buka Kembali Sekolah Jurnalistik Setelah 26 Tahun


Wartawan Somalia Mohamed Mohamud memegang kameranya saat meliput di komplek Rumah Sakit Medina di Mogadishu, Somalia. Mohamud terbunuh saat melaksanakan tugas pada tahun 2013. (Foto:dok)
Wartawan Somalia Mohamed Mohamud memegang kameranya saat meliput di komplek Rumah Sakit Medina di Mogadishu, Somalia. Mohamud terbunuh saat melaksanakan tugas pada tahun 2013. (Foto:dok)

Menjadi seorang wartawan di Somalia membawa risiko dan penghargaannya sendiri. Risikonya datang dari militan al-Shabab dan kelompok bersenjata lainnya yang telah membunuh setidaknya 26 wartawan dalam lima tahun terakhir, menurut laporan Komite Perlindungan Jurnalis.

Penghargaannya adalah bekerja di salah satu dari sekian banyak media independen yang bermunculan di tengah kekerasan kronis dan tidak adanya sekolah jurnalistik di Somalia.

Universitas Nasional Somalia mencoba untuk mengisi kekosongan dengan membuka kembali sekolah jurnalistik setelah 26 tahun. Fakultas Ilmu Jurnalistik dan Komunikasi kemungkinan bisa memulai kelas paling cepat awal bulan depan, untuk mendidik lebih dari 60 siswa.

Perdana Menteri Somalia Hassan Ali Khaire berbicara dan menantang calon siswanya pada sebuah upacara peluncuran kembali sekolah tersebut di Mogadishu pada Selasa (1/8).

"Siswa pertama yang memiliki kesempatan untuk menghadiri fakultas ini akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari sejarah Somalia," kata Khaire. "Anda harus menulis sejarah baru untuk orang-orang Somalia, dan menjadi bagian dari pembangunan kembali negara ini."

Khaire mengatakan bahwa dia berharap lulusan akan memberikan "berita-berita yang bernas" tentang Somalia. Dia mengatakan bahwa jurnalis diwajibkan untuk bekerja dengan jujur dan melandaskan pekerjaan mereka pada fakta, walaupun pelaporan mereka tidak menguntungkan negara tersebut.

Jurnalis Somalia bekerja dalam lingkungan yang menantang dan unik. Mereka sering menghadapi bahaya saat meliput penyergapan-penyergapan yang sering terjadi, pengeboman, dan serangan bunuh diri oleh al-Shabab, terutama di Mogadishu.

Komite Perlindungan mencatat setidaknya 62 jurnalis sudah terbunuh sejak 1992.

Selain itu, parlemen mengeluarkan undang-undang media yang mewajibkan wartawan yang bertugas untuk memiliki gelar jurnalistik. Sebuah gelar yang sulit untuk diperoleh di sebuah negara tanpa sekolah jurnalistik.

Sebelumnya, jurusan jurnalistik di Universitas Nasional berhenti beroperasi pada tahun 1991 setelah runtuhnya pemerintahan dan dimulainya perang saudara di Somalia. (aa/fw)

XS
SM
MD
LG