Tautan-tautan Akses

Sri Lanka Capai Kesepakatan Pembayaran Utang dengan China dan Negara Lain


Presiden Ranil Wickremesinghe menyampaikan pidato secara nasional mengenai restrukturisasi utang Sri Lanka di Kantor Presiden di Kolombo, hari Rabu 26 Juni 2024.
Presiden Ranil Wickremesinghe menyampaikan pidato secara nasional mengenai restrukturisasi utang Sri Lanka di Kantor Presiden di Kolombo, hari Rabu 26 Juni 2024.

Sri Lanka, Rabu (26/6) mengatakan telah mencapai kesepakatan restrukturisasi dengan pemberi pinjaman bilateral utama, China, dan negara-negara lain, yang mencakup utang hingga 10 miliar dolar AS. Ini merupakan sebuah langkah penting menuju pemulihan setelah krisis keuangan tahun 2022.

Kesepakatan ini diharapkan bisa menghidupkan kembali proyek-proyek infrastruktur yang macet, termasuk perluasan bandara yang didanai Jepang dan kereta api ringan angkutan massal baru di ibukota, kata Presiden Ranil Wickremesinghe.

Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya pada bulan April 2022 setelah kehabisan devisa, dan krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memaksa presiden saat itu, Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.

"Sri Lanka telah menyelesaikan negosiasi dengan Komite Kreditur Resmi (OCC) dan Bank Exim Cina," kata Wickremesinghe dalam pidato berbahasa Sinhala yang disiarkan di televisi.

"Sri Lanka menang," tambahnya dalam bahasa Inggris sambil mengucapkan terima kasih kepada OCC, yang mencakup Jepang, India, Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara Eropa.

Dia mengatakan kesepakatan dengan negara-negara OCC dicapai di Paris, sementara kesepakatan dengan Bank Exim Cina ditandatangani di Beijing pada hari Rabu.


Sri Lanka mendapatkan moratorium pembayaran hutang sampai tahun 2028, katanya, tetapi tidak merinci lebih lanjut.

Para pendukungnya di ibukota Kolombo melepaskan petasan dan membagikan bubur susu untuk merayakan hal itu saat ia berbicara.

Wickremesinghe mengatakan bahwa negaranya sudah bangkrut ketika ia mengambil alih kekuasaan hampir dua tahun yang lalu dan ia berharap dana talangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 2,9 miliar dolar AS yang diperolehnya tahun lalu akan menjadi yang terakhir bagi Sri Lanka.

Kolombo telah meminta bantuan IMF, pemberi pinjaman internasional terakhir, pada 16 kesempatan sebelumnya dan restrukturisasi utang adalah syarat dari dana talangan IMF.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Wickremesinghe telah melipatgandakan pajak, menghapus subsidi energi yang sangat besar dan akan menjual perusahaan-perusahaan negara yang merugi untuk menopang pendapatan negara.

Pemogokan para guru

Negara tetangganya India menyambut baik kesepakatan Sri Lanka dan menjanjikan lebih banyak dukungan. "Tonggak sejarah (kesepakatan) ini menunjukkan kemajuan yang kuat yang dibuat oleh Sri Lanka dalam menstabilkan ekonominya dan bergerak menuju reformasi dan pertumbuhan," kata pemerintah India dalam sebuah pernyataan.

Kreditor bilateral menyumbang 28,5% dari utang luar negeri Sri Lanka yang mencapai $37 miliar, menurut data Departemen Keuangan pada akhir Maret.

China menyumbang $4,66 miliar dari total $10,58 miliar yang dipinjam dari negara-negara lain. Jepang menyumbang $2,35 miliar dan India $1,36 miliar.

Pemerintah mengatakan bahwa mereka sedang melakukan pembicaraan dengan para pemegang obligasi internasional namun tidak ada kesepakatan.

Putaran pembicaraan sebelumnya berakhir dengan kebuntuan di bulan April. Sri Lanka tidak dapat mengumpulkan pinjaman komersial sampai kesepakatan dengan kreditor swasta tercapai.

Meski demikian, perjanjian dengan para kreditor bilateral memungkinkan pembekuan pinjaman untuk proyek-proyek infrastruktur yang sedang berjalan yang dibiayai dengan dana dari negara lain.


Ribuan guru dari sekolah-sekolah pemerintah mogok mengajar di Kolombo pada hari Rabu untuk menuntut gaji yang lebih tinggi, dan polisi menggunakan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan aksi tersebut.

Sri Lanka akan mengadakan pemilihan presiden tahun ini dan partai-partai oposisi telah bertekad untuk menegosiasikan kembali ketentuan-ketentuan dana talangan IMF.

Kepala misi IMF di Sri Lanka, Peter Breuer, mengatakan bahwa IMF bersedia untuk mendengarkan proposal-proposal alternatif dari partai-partai politik yang bersaingan, namun mengatakan bahwa mereka harus tetap berpegang pada patokan-patokan yang telah ditetapkan dalam dana talangan.

Sri Lanka telah membuat kemajuan yang baik namun belum keluar dari masalah, kata Breur. [my/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG