Hingga akhir pekan kemarin, sejumlah kawasan di Lombok Utara masih belum terjamah bantuan logistik yang diperlukan. Banyak korban gempa yang meminta bantuan dengan berdiri di tengah jalan penghubung antara kota Mataram dan wilayah Lombok Utara. Mereka berharap pelintas mengulurkan uang sekadarnya, atau berhenti menurunkan paket bantuan.
Sejumlah pengungsi yang ditemui VOA menyuarakan hal yang sama. Bantuan swasta telah tiba, tetapi kiriman dari pemerintah tak juga sampai. Udin, warga Kecinan, Lombok Utara mengatakan kabarnya bantuan sudah sampai ke kantor desa. Pengungsi diminta datang jika membutuhkan, tetapi dia memilih untuk menunggu dari sumber lain. "Kalau memang rejeki saya, ada saja orang berhenti menurunkan bantuan dari mobil," ujar Udin.
Sya’roni, relawan reaksi cepat Karkoon yang membuka posko di Pemenang, Lombok Utara menilai semua ini karena kelambanan pemerintah daerah. Karena itulah, dia meminta ada solusi yang lebih cepat. Dalam koordinasi dengan Kepala BPBD, ujar Sya’roni, memang diakui ada kekuarangan tenaga relawan untuk pengiriman bantuan. Jalan keluarnya, lanjut Sya’roni, pemerintah harus menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional, sehingga pengerahan sumber daya lebih maksimal.
"Pemerintah itu sasarannya tepat tapi lambat, sedangkan kita meskipun tidak tepat-tepat amat tetapi cepat dalam situasi seperti ini. Namun, secepat-cepatnya kita masih sangat lambat. Sehingga jangan sampai timbul masalah baru. Contahnya dalam soal mandi, cuci, kakus (MCK), kesehatan, apalagi banyak orang tua dan anak kecil. Ada trauma mental, kurang tidur, nanti kalau seminggu dua minggu akan timbul masalah baru," jelas Sya'roni.
NTB, kata Sya’roni juga mengalami masalah sumber daya manusia. Untuk relawan lapangan, personel yang ada telah disibukkan untuk mengurus keluarga sendiri. Selain itu, NTB juga membutuhkan lebih banyak tenaga ahli dalam keilmuan khusus selama pasca gempa.
Najamuddin, personel potensi SAR menyuarakan hal yang sama. Warga Bali yang datang ke Lombok untuk turun sebagai relawan ini menilai, status bencana nasional akan menyelesaikan banyak hal. Secara struktur komando, koordinasi di bawah aparat sipil Pemda NTB tidak mampu berjalan efektif dalam kondisi darurat.
"Kita membutuhkan komando yang lebih efektif. Dalam penanganan bencana, kalau dari atas A, harus A sampai ke tingkat paling bawah. Sekarang ini komandonya tidak efektif. Baru satu lapis di bawah pimpinan saja kebijakannya sudah belok," papar Najamuddin yang sebelumnya aktif dalam bencana letusan Gunung Agung.
Presiden Jokowi sendiri dalam Rapat Terbatas hari Jumat, 10 Agustus lalu di Jakarta menyatakan pemerintah tidak menaikkan status bencana gempa Lombok, sebagai bencana nasional. Seluruh upaya penanganan diserahkan kepada pemerintah daerah dengan dukungan payung hukum peraturan presiden.
Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi sebelumnya telah meminta kenaikan status bencana itu. Di akhir rapat dengan presiden, TGB kepada media menjelaskan bahwa presiden akan menyiapkan payung hukum. "Walaupun tetap ditangani daerah, tapi seluruh dukungan akan maksimal diberikan pusat," kata TGB.
Kementerian Keuangan telah mencairkan dana Rp 37 miliar untuk dana tanggap darurat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB sendiri memiliki dana siap pakai sebesar Rp 700 miliar yang dapat dicairkan kapan saja terjadi bencana. Di luar itu, ada dana cadangan di Kementerian Keuangan sebesar Rp 4 triliun untuk kebencanaan.
Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah menambah kekuatan penyaluran bantuan untuk menembus kawasan pelosok. Tiga unit helikopter setiap hari melakukan distribusi bantuan logistik. Tambahan personel juga terus diupayakan, terutama di sektor kesehatan. Dokter yang ditemui VOA di rumah sakit lapangan Lombok Utara mengaku telah kelelahan karena kurangnya tenaga kesehatan.
Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Dr. Djati Mardiatno kepada VOA mengatakan, Indonesia belum memiliki aturan baku mengenai status kebencanaan. Namun ada semacam konsensum, jika memang pemerintah daerah menyatakan sudah tidak sanggup menangani tanggap darurat, maka pemerintah pusat yang melaksanakan.
"Kalau belum ditetapkan sebagai bencana nasional, maka pemerintah pusat bertindak sebagai institusi pendukung. Jadi sekarang ini dalam gempa Lombok, BNPB itu mendukung daerah karena komponen di daerah seperti BPBD, lembaga Pemda masih berjalan semua. BNPB tidak masuk terlalu jauh, kecuali ada pernyataan dari presiden yang menetapkan statusnya sebagai bencana nasional," ujar Djati.
Baca juga: Perempuan, Ujung Tombak Penanganan Gempa di Lombok
Djati menjelaskan bahwa dalam kondisi tanggap darurat, ada Incident Command System. Di dalamnya terdapat Pusat Pengendalian dan Operasi. Dia menyarankan, jika memang Pemda NTB benar-benar tidak mampu, maka sebaiknya membuat pernyataan resmi. Namun jika memang masih mampu, apa yang sudah dilakukan sekarang dapat terus dilanjutkan.
"Semua ditentukan oleh keputusan daerah. Pemda bisa saja menyatakan tidak sanggup, mislanya karena jumlah pengungsi semakin banyak atau ketidakmampuan melaksanakan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Tetapi di sisi lain, pusat juga jangan terus menunggu sampai daerah meneriakkan SOS," lanjut Djati. [ns/em]