Pada 11 Mei 2018 lalu, tiba-tiba Merapi mengalami letusan freatik, atau letusan yang didominasi uap air, pada pagi hari yang cerah. Bagi masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah, aktivitas itu adalah penanda bahwa Merapi akan bangun kembali, setelah tidur selama beberapa tahun.
Penanda itu memperoleh jawabannya pada Senin, 21 Mei 2018 pukul 23.00 WIB. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menaikkan status Merapi, dari Normal menjadi Waspada.
Sepanjang Senin dan Selasa, Merapi mengalami empat kali letusan freatik. Dimulai pada Senin pukul 01.25 dini hari, pukul 09.38 pagi, dan pukul 17.50 petang. Kemudian pada Selasa ini, pukul 01.47 dinihari, Merapi kembali mengalami letusan freatik.
Baca: Status Gunung Merapi Naik Jadi Waspada
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida dalam keterangan resmi menyatakan, Merapi kini masuk dalam proses menuju ke erupsi magmatis. Dia mengatakan, jelas ada potensi letusan tetapi semua pihak harus menunggu perkembangan lebih lanjut. BPPTKG menghimbau masyarakat lebih waspada.
“Rekomendasi kami di puncak tidak boleh ada lagi pendakian. Dalam radius 3 kilometer dari puncak harus dikosongkan, tidak ada kegiatan sama sekali,” kata Hanik. ”Masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana III disarankan untuk meningkatkan kewaspadaan. Nanti kalau ada peningkatan yang signifikan, status ini akan kita evaluasi.”
Meski masyarakat diminta lebih waspada, status Merapi terbaru ini belum perlu diikuti dengan pengungsian warga. Proses pengungsian baru dilakukan, jika statusnya menjadi Awas, atau dua level lebih tinggi.
Meski belum merekomendasikan pengungsian, menurut rilis dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Selasa pukul 02.00 dini hari, ratusan warga paling dekat dengan Merapi memutuskan untuk mengevakuasi diri.
Warga dari dusun-dusun paling utara di Yogyakarta tergerak mengungsi karena letusan freatik 15 menit sebelumnya. Letusan ini mengirimkan hujan pasir ke sebagian wilayah Kaliurang. Dalam perkembangan terakhir yang disampaikan BPBD DIY pada pukul 03.30, sejumlah kendaraan pengangkut telah disiapkan di titik kumpul, dan barak pengungsian dipersiapkan.
Baca: Letusan Freatik Merapi, 160 Pendaki Dijemput
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso menjelaskan, sempat ada satu kali gempa vulkanik pada hari Senin kemarin. Gempa vulkanik adalah salah satu ciri adanya patahan, yang disebabkan tingginya tekanan gas.
Menurut Agus Budi, aktivitas gempa tremor terkait dengan dinamika fluida.
“Ada dinamika tekanan yang meningkat daripada biasanya, dibanding letusan freatik yang terakhir. Peningkatan tekanan ini bisa karena ada suplai magma yang semakin dekat ke permukaan. Atau, mungkin belum magma, tetapi fase gasnya yang lebih dulu ke permukaan. Dengan berjalannya magma ke permukaan ini, maka ada peningkatan tekanan gas,” papar Agus Budi.
Agus Budi menjelaskan pihaknya belum mengetahui dimana posisi magma di kawah Merapi. Tetapi yang jelas, gempa tremor adalah dampak adanya gerakan fluida. Gerakan itu bisa dari gas atau magma itu sendiri. Namun, melihat aktivitas seismik yang terpantau di peralatan, posisi magma kemungkinan masih agak dalam.
Budi menambahkan, yang bisa diharapkan saat ini adalah Merapi mengalami proses dengan tanda-tanda yang sama, seperti letusan magmatik sebelumya yaitu 2001, 2006 dan 2010.
Selama ini, letusan freatik memang menjadi salah satu penanda naiknya aktivitas Merapi. Data yang tersimpan menunjukkan ini mirip dengan letusan tahun 2010, yang merujuk pada letusan proses sama, yaitu pada 1873 dan 1930.
“Ini sebenarnya pembersihan sumbat lava, untuk perjalanan magma supaya bisa keluar. Karena ada massa yang baru, baik gas maupun magma, dia butuh jalan. Biasanya memang ada gas yang selalu keluar tetapi tidak sebesar ketika ada suplai magma baru. Nah, karena jalannya sempit, maka gas atau magma ini melakukan dobrakan,” ujar Budi menjelaskan mengapa letusan Merapi terjadi.