Kebiasaan merokok selama bertahun-tahun dapat menyebabkan penyakit paru gawat. Penyakit bernama Paru Obstruktif Kronis (COPD) ini, menurut WHO, memiliki lebih dari 200 juta penderita. Gawatnya lagi, penyakit ini tidak dapat disembuhkan.
Walaupun begitu, harapan hidup pasien bisa diperpanjang dengan pengobatan yang menggunakan steroid. Studi baru mendapati bahwa obat-obatan steroid dengan dosis rendah yang diminum, hasilnya sama atau lebih baik daripada dosis besar yang diberikan lewat suntikan.
Dr. Francis Welch adalah mantan dokter gigi yang kini didiagnosa mengidap Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Ia merasakan akibatnya setelah merokok bertahun-tahun. “Saya selalu sulit bernapas. Ini sangat mengganggu,” keluhnya.
Karena COPD adalah penyakit yang menyumbat aliran udara di paru-paru, sangat penting agar pasien COPD selalu memperhatikan pernapasan, berolahraga secara rutin dan belajar teknik relaksasi, khususnya apabila mereka kehabisan napas.
COPD berawal dari emphysema, bronhitis kronis dan asma. Gejala lainnya termasuk bengek, batuk berdahak kronis dan sering mengalami infeksi pernapasan.
Tak hanya perokok aktif yang terancam penyakit ini, tapi juga para perokok pasif yang bertahun-tahun secara rutin terkena asap rokok. Pekerja tambang dan pekerja industri kimia juga rawan terkena penyakit ini karena mereka sering terpapar debu, zat kimia berbahaya dan asap.
Dokter mengatakan kerusakan yang disebabkan kondisi-kondisi ini kemudian mengganggu pertukaran alami antara oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru. Kalau kondisi-kondisi itu semakin buruk, para dokter seringkali mengobati pasien dengan steroid.
Dr. Peter Lindenauer dari Fakultas Kedokteran Universitas Tufts dan rekan-rekannya mempelajari pasien COPD yang dirawat di 400 rumah sakit pada tahun 2006 dan 2007. Selama diopname, para pasien diberi steroid baik lewat suntikan maupun lewat mulut.
“Para pasien dalam kelompok terapi lewat suntikan menerima dosis steroid sepuluh kali lebih banyak selama dua hari pertama diopname, dibanding pasien dalam kelompok terapi oral,” kata dr. Lindenauer.
Dalam studi tersebut, pasien yang menerima steroid dengan dosis lebih rendah lewat mulut, dirawat lebih singkat di rumah sakit. Resiko akan efek samping, seperti glaucoma, tekanan darah tinggi dan edema, atau pembengkakan pada kaki, juga berkurang.
Dr. Welch berhenti merokok lebih dari sepuluh tahun lalu, dan ia juga meyakinkan anaknya untuk berhenti merokok.“Ia melihat saya berjalan sambil membawa tabung oksigen cair. Hal itu menarik perhatiannya. Ia akhirnya berhenti merokok. Syukurlah,” katanya.
Studi tersebut dimuat dalam Journal of the American Medical Association.