Sejumlah pejabat mengatakan orang sangat membutuhkan obat-obatan dan layanan kesehatan. Penasihat khusus PBB tentang Suriah – Jan Egeland – mengatakan meskipun ada kemajuan, tetapi tidak cukup banyak yang diupayakan untuk menyediakan makanan dan bantuan kemanusiaan lain bagi ratusan ribu warga Suriah di daerah-daerah yang terkepung.
Egeland mengatakan PBB dan badan-badan bantuan mitra PBB telah gagal menyediakan layanan medis bagi seluruh warga Suriah di negara yang dikoyak perang itu. Ia mengatakan begitu banyak orang yang kekurangan gizi dan bahkan kelaparan karena kekurangan pangan. Namun ditambahkannya bahwa pembunuh utama adalah kurangnya layanan medis.
“Orang-orang luka parah di dalam daerah-daerah ini. Sepertiga dari korban luka dalam perang ini adalah perempuan dan anak-anak. Bukan pejuang. Perempuan dan anak-anak yang luka parah karena mereka tidak bisa dievakuasi, atau mereka sekarat karena tidak mendapatkan bantuan yang memadai karena memang tidak ada dokter, tidak ada perlengkapan kedokteran. Mereka mungkin mati karena diserang di tempat tidur di rumah sakit,” papar Egeland.
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia WHO atas 19 negara tahun 2014 dan 2015 mendapati bahwa jumlah serangan terbanyak terhadap fasilitas medis dan pekerja kesehatan terjadi di Suriah.
Direktur WHO di Suriah Elizabeth Hoff mengecam aksi yang menarget dan menghancurkan fasilitas-fasilitas medis, dan kurangnya perlindungan pekerja kesehatan. Ia mengatakan warga Suriah di daerah-daerah terkepung itu juga tidak bisa memperoleh layanan medis karena pemerintah mengambil peralatan-peralatan medis dari konvoi-konvoi bantuan.
“Benar-benar meresahkan kami melihat perlengkapan medis, demikian pula antibiotic, analgesik dll terus diambil dari konvoi bantuan. Luka bakar yang paling menimbulkan dampak pada warga sipil. Jika orang-orang tidak dirawat secara baik, mereka bahkan tidak bisa mati dengan tenang karena tidak mendapatkan obat penghilang dan peredam rasa sakit yang dibutuhkan di banyak daerah yang terkepung,” tutur Hoff.
PBB telah menetapkan tanggal 1 Agustus sebagai tenggat untuk memulai kembali perundingan damai Suriah. Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry hari Kamis (14/7) mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putih di Moskow.
Utusan Khusus PBB Untuk Suriah Staffan de Mistura mengatakan negara-negara adidaya di dunia merupakan instrumen penting untuk memulai kembali perundingan damai putaran baru di Suriah yang akan dimulai Maret 2016. Ditambahkannya, mengadakan pertemuan ini sama pentingnya dengan membuat mereka kembali berada di jalur yang tepat. [em/al]