Lembaga riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) merilis hasil survei terkait elektabilitas capres dan cawapres yang bertarung dalam Pemilu Presiden 2019. Hasilnya adalah, seandainya pilpres dilakukan pada saat ini, pasangan nomor urut satu Jokowi-Maruf Amin menang dengan meraih suara 54,9 persen, sedangkan pasangan nomor urut dua Prabowo-Sandi meraup suara 32,1 persen. Selain itu, sisa suara sebanyak 13 persen masih belum menentukan pilihan politiknya atau rahasia.
Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengatakan kalaupun pemilih 13 persen memilih pasangan Prabowo-Sandi, tetap saja pilpres akan dimenangkan oleh Jokowi-Maruf Amin dengan selisih 10 persen.
“Namun demikian tentu saja, perilaku pemilih masih dinamis, masih bisa berubah sampai pemilu pilpres diadakan, tentu bagi kedua pasangan, hasil elektabilitas ini bisa jadi patokan sejauh mana capaian yang sudah di peroleh. Untuk pasangan 01 apakah hasil bisa jadi ukuran untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan, untuk 02 juga jadi ukuran berapa besar kira-kira yang harus dilakukan sampai pemilu diadakan,” ujar Deni, di kantor SMRC, Jakarta, Minggu (10/3).
Ditambahkannya, meskipun dalam survei ini tidak secara rinci menanyakan alasan memilih Jokowi-Maruf Amin, namun dia menduga pemilih lebih melihat pada rekam jejak Jokowi, serta kinerja pemerintah yang cukup membuat rakyat puas.
Menanggapi hasil survei elektabilitas ini, influencer TKN Jokowi-Maruf Amin Maruarar Sirait mengatakan masih unggulnya elektablitas ini karena secara fundamental Jokowi memiliki hal-hal yang positif. Hal tersebut terlihat dari kinerja pemerintahannya yang meraih tingkat kepuasan publik cukup tinggi. Ditambahkannya, dengan tiga kali memenangkan kontestasi politik, menunjukkan bahwa Jokowi mampu meraih kepercayaan dari masyarakat untuk bisa memimpin lagi kelak. Gempuran kampanye hitam dan berita bohong yang kerap menghantam Jokowi, ujarnya, tidak menyurutkan kepercayaan masyarakat.
“Secara fundamental Jokowi kita ketahui memiliki hal-hal yang sangat positif. Dari kepribadian santun tapi tegas. Kemudian juga kinerja dan prestasi terukur, cukup banyak hoaks selama ini pro asing, aseng, pro konglomerat dan sebagainya. Saya kasih contoh UKM, bagaimama dia menurunkan pajak, jadi bisa dijawab dengan jelas, tuduhan-tuduhan itu bisa dijawab dengan sangat jelas, jadi tentu pasti saya katakan tidak ada orang yang sempurna, tapi dalam proses kita kan tahu Pak Jokowi itu mengikuti kompetisi politik yang dipilih oleh rakyat itu dua kali walikota, kemudian Gubernur di Jakarta, kemudian pilpres di 2014. Jadi Pak Jokowi itu selera publik karena dia belum pernah kalah dalam rangka kompetisi merebut kepercayaan publik,” jelas Maruarar.
Sementara tim dari Prabowo-Sandi tidak hadir dalam konferensi pers rilis tersebut. VOA mencoba menghubungi tim Prabowo-Sandi untuk menanggapi hal ini, namun tidak ada respon.
Selain hasil elektabilitas, SMRC juga merilis hasil suvei terkait tingkat keyakinan publik terhadap penyelenggara pemilu. Dan hasilnya, meskipun beberapa kali digempur isu-isu negatif, mayoritas masyarakat tetap percaya bahwa KPU dan Bawaslu bisa menyelenggarakan Pemilu dengan baik
Deni mengatakan adapun pertanyaan yang diajukan dalam survei ini adalah apakah yakin KPU mampu menyelenggarakan pemilu? Hasilnya sebanyak 68 persen menjawab cukup yakin, 12 persen menjawab yakin, 10 persen menjawab kurang yakin dan satu persen menjawab tidak yakin sama sekali.
Pertanyaan lainnya yang diajukan dalam survei ini adalah apakah yakin Bawaslu mampu mengawasi Pilpres, dan jawabannya cukup yakin adalah 68 persen, sementara 10 persen menjawab sangat yakin, dan 10 persen menjawab kurang yakin.
Ditambahkannya, mayoritas masyarakat juga tidak percaya pada isu negatif yang dialamatkan kepada KPU dan juga Bawaslu. Gempuran isu tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos, sebanyak 61 persen responden tidak percaya, lalu isu KPU tidak netral, sebanyak 56 persen responden tidak percaya hal itu, dan 13 persen percaya. Angka 13 persen tersebut, kata Deni berasal dari pemilih Prabowo-Sandi.
“Penilaian terhadap integritas penyelenggara pemilu, dalam hal ini Bawaslu dan KPU, itu ternyata berhubungan dengan preferensi politik, dimana mereka yang tidak yakin dengan kompetensi dan integritas penyelenggara pemilu lebih banyak berasal dari pendukung pasangan Prabowo-Sandi dibanding dari pendukung pasangan Jokowi-Amin. Artinya penilaian publik itu tidak 100 persen objektif, karena masih terkait dengan pilihan politik mereka. Kira-kira temuan umum yang bisa saya sampaikan pada laporan ini adalah seperti itu.” jelas Deni.
Sementara isu pemakaian kotak suara dari kardus mempermudah kecurangan dalam pemilu 2019, responden terbelah antara yang yakin dan tidak yakin bahwa kotak kardus suara itu bisa menjadi sumber kecurangan, yaitu 34 persen percaya dan 36 persen tidak percaya.
Menanggapi isu potensi kecurangan dalam kotak suara kardus ini, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengatakan hal tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi KPU sendiri untuk bisa meyakinkan masyarakat bahwa tidak akan terjadi kecurangan nantinya. Ia menjelaskan, sesungguhnya kota suara kardus ini sudah dipakai pada pemilu sebelumnya, dan terbukti tidak ada kecurangan. Maka dari itu, guna menangkal isu-isu negatif ini, pihaknya akan memaksimalkan pengamanan dan pengawalan terkait kota suara, serta dalam hal penghitungan suara.
“Tentu saja mulai dari pencetakan, sortir , pelipatan, packing, pengiriman KPU bekerja sama dengan aparat keamanan dalam hal ini kepolisian dan TNI untuk mengamankan itu semua, dan yang paling penting nanti tidak hanya KPU saja yang mengawal dan mengamankan, tentu saja semua pihak, para peserta pemilu juga mengirimkan saksi, untuk menyaksikan proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS dan juga setelah ada suara ketika dikirim balik ke PPK untuk dilakukan rekapitulasi juga dikawal oleh banyak pihak, termasuk bawaslu, beserta jajarannya, sampai di pengawas TPS,” tegas Hasyim.
Survei ini dilakukan oleh SMRC pada 24-31 Januari 2019 atas 1.620 responden yang dipilih secara random di 34 Provinsi. Responden yang dipilih adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak memilih. Margin of error rata-rata dalam survei ini adalah kurang lebih 2,65 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. (gi/em)