Taliban, Selasa (2/11), mengumumkan larangan total penggunaan mata uang asing di Afghanistan. Kebijakan itu diyakini dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut terhadap ekonomi negara yang sedang di ambang kehancuran akibat penarikan dukungan internasional secara tiba-tiba.
Pengumuman itu terjadi beberapa jam setelah sedikitnya 25 orang tewas dan lebih dari 50 orang terluka ketika orang-orang bersenjata menyerang rumah sakit militer terbesar Afghanistan, setelah dua ledakan besar terjadi di lokasi di Kabul tengah.
"Situasi ekonomi dan kepentingan nasional di negara itu mengharuskan semua warga Afghanistan menggunakan mata uang Afghanistan dalam setiap perdagangan mereka," kata Taliban dalam sebuah pernyataan yang dibagikan kepada wartawan oleh salah satu juru bicara mereka, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Penggunaan mata uang dolar AS tersebar luas di pasar Afghanistan, sementara daerah perbatasan menggunakan mata uang negara tetangga seperti Pakistan untuk perdagangan.
Afghanistan memarkir aset miliaran dolar di luar negeri, termasuk di Federal Reserve AS dan bank sentral lainnya di Eropa. Namun uang itu dibekukan sejak Taliban menggulingkan pemerintah yang didukung Barat pada Agustus.
Pasukan AS dan banyak lembaga donor internasional meninggalkan negara itu tanpa hibah yang membiayai tiga perempat belanja public Afghanistan.
Kementerian Keuangan mengatakan pihaknya mengambil pajak harian sekitar 400 juta Afghani yang setara dengan $4,4 juta.
Meskipun kekuatan Barat ingin mencegah bencana kemanusiaan di Afghanistan, tetapi mereka menolak untuk secara resmi mengakui pemerintah Taliban. [ah/rs]