Sebelum pandemi, pedagang kaki lima bisa ditemukan di hampir setiap sudut kota New York. Mereka menjual apa saja, mulai dari hot dog hingga kopi dan makanan internasional. Dalam masa pandemi ini, di mana hampir tidak ada orang berlalu-lalang, usaha itu sepi dan komunitas pedagang yang umumnya imigran itu kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Penduduk kota New York tahu mana pedagang kaki lima (PKL) yang menjual makanan yang murah, cepat, dan lezat.
PKL seperti Mamdouh Elgammal memiliki pelanggan setia, seperti tampak dalam film dokumenter tentang PKL kota New York tahun 2018. Namun, pelanggan kini tinggal di rumah untuk meredam penyebaran virus corona.
“Semua orang datang dan mengatakan, ‘Kami tidak akan datang besok. Kami bekerja dari rumah. Kami belajar dari rumah'," ujarnya.
Tanpa pembeli, Elgammal dan ribuan PKL di seluruh kota itu kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Direktur Eksekutif Street Vendor Project Urban Justice Center Mohamed Attia prihatin akan situasi itu. “Semua orang yang saya ajak bicara sepekan ini mengatakan ‘Kami tidak bisa membayar sewa rumah bulan ini dan kami tidak tahu bagaimana akan membayarnya.’”
Street Vendor Project Urban Justice Center mengadvokasi hak-hak PKL, banyak dari mereka adalah imigran.
"Mungkin 50 persen dari pedagang-pedagang ini adalah imigran gelap. Mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapat bantuan apa pun dari pemerintah pusat maupun pemerintah kota. Padahal, mereka membayar pajak setiap akhir tahun, sama seperti bisnis lainnya," tambahnya.
PKL masuk kategori bisnis yang jauh lebih kecil daripada usaha kecil umumnya sehingga tidak bisa memenuhi syarat untuk mendapat bantuan pemerintah.
“Pedagang kaki lima tidak memiliki slip gaji. Mereka biasanya tidak memiliki perusahaan atau PT," kata Attia.
Pedagang lain, Juan Landa, khawatir, meminta bantuan pemerintah akan merusak peluangnya menetap di Amerika.
Februari lalu, pemerintahan Trump mengeluarkan peraturan baru bahwa imigran yang mendapat bantuan pemerintah kemungkinan tidak akan mendapat izin tinggal di Amerika.
“Dalam situasi apa pun, kami memutuskan untuk tidak meminta tunjangan dari pemerintah karena dianggap sebagai membebani pemerintah,” tukas Landa.
Landa bertahan hidup dengan sumbangan makanan dari gereja setempat.
Attia mengatakan, “Kami benar-benar membutuhkan solusi dari pemerintah. Sejauh ini kami belum mendengar apa pun dari gubernur maupun dari walikota dan itu benar-benar mengkhawatirkan komunitas kami, karena waktu berjalan terus.”
Untuk para pedagang itu, waktu sepertinya tidak berpihak pada mereka.[ka/ii]