JAKARTA —
Ditengah berlangsungnya investigasi yang dilakukan pemerintah Indonesia terkait peristiwa longsor di ruang pelatihan area Tambang Big Gossan di PT Freeport Indonesia pada 14 Mei 2013 lalu, kecelakaan kerja kembali terjadi di perusahaan tersebut. Kecelakaan terbaru ini terjadi di wilayah pertambangan bawah tanah PT Freeport Indonesia, tepatnya di lokasi tambang Deep Orezone (DOZ).
Juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy Primayanti, Jum’at (31/5), menjelaskan kepada VOA bahwa kecelakaan itu terjadi saat dilakukan kegiatan pemeliharaan di areal pertambangan. Seorang pekerja terpaksa menjalani perawatan akibat tertimbun materi biji basah (wet muck) bersama truk yang di tumpanginya. Pihak Freeport tengah melakukan investigasi terkait insiden tersebut.
"Tadi siang (Jum’at 31/5) tepatnya jam 13.30 Waktu Indonesia Timur, terjadi kecelakaan terhadap rekan kerja kita pengendara truk yang sedang melakukan perawatan di area tambang kita di kompleks Deep Orezone (DOZ). Rekan kita itu tertimpa material biji basah, kayak lumpur gitu. Yang bersangkutan segera kita larikan ke rumah sakit dan tengah menjalani perawatan," demikian keterangan Daisy Primayanti.
"Ini murni kecelakaan dan tidak ada kaitan dengan insiden kecelakaan pada 14 Mei lalu. Kecelakaan kali ini juga tidak terjadi akibat ketidak stabilan tambang. Bukan itu penyebabnya," tambahnya.
Daisy Primayanti memastikan PT Freeport Indonesia hingga kini masih menghentikan aktifitas pertambangan bawah tanahnya. Investigasi dari pemerintah Indonesia terkait peristiwa longsor di ruang pelatihan area Tambang Big Gossan di PT Freeport Indonesia pada 14 Mei 2013 lalu, masih terus berlangsung.
"Aktifitas penambangan di bawah tanah belum kembali berlangsung. Yang ada saat ini adalah aktifitas perawatan dan perbaikan. Investigasi 'kan tengah berjalan. Kegiatan operasional penambangan tentunya menunggu hasil investigasi dan melihat pertimbangan-pertimbangan dari tim investigasi," jelas Daisy.
Sebelumnya pada 14 Mei 2013 lalu, atap fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Freeport di area Big Gossan Timika Papua runtuh menimpa 38 orang pekerja Freeport yang mengikuti pelatihan di fasilitas tersebut. Proses evakuasi korban insiden runtuhnya terowongan tersebut baru selesai pada 21 Mei lalu.
Akibat insiden ini, sebanyak 28 orang pekerja tewas tertimbun runtuhan terowongan, lima pekerja mengalami luka berat dan lima pekerja lainnya mengalami luka ringan. Tim investigasi bentukan Pemerintah, kini tengah bekerja untuk mengetahui penyebab runtuhnya atap kelas tersebut.
Divisi Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Nasional) Pius Ginting kepada VOA menjelaskan beberapa lembaga swadaya masyarakat dan aktivis perburuhan akan melakukan aksi besar-besaran di kantor Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, pada 1 Juni 2013. Aksi tersebut akan menuntut pemerintah agar mengevaluasi keberadaan PT Freeport Indonesia khususnya menyangkut aktifitas tambang bawah tanah dan keselamatan kerja para pekerjanya.
"Keberadaan Freeport harus di evaluasi dari segi keamanan kerja yang jelas-jelas tidak aman. Kemudian dari prinsip kehati-hatian, karena kalau tekhnologi yang dimiliki Freeport sampai sekarang tidak bisa memastikan jaminan keamanan, maka harusnya pemerintah melakukan penghentian tambang bawah tanah oleh Freeport. Dan pada 1 Juni, kita bersama-sama dengan serikat buruh (akan) melakukan aksi ke kantor kementrian ESDM untuk memastikan hal itu termasuk soal penyelidikan oleh tim independen," papar Pius Ginting.
Sementara itu, dari kantor berita Reuters mengutip keterangan dari seorang pejabat serikat buruh, melaporkan seorang pekerja tewas setelah sebuah terowongan di tambang PT Freeport Indonesia longsor Jumat (31/5). Peristiwa tersebut membuat para pekerja didesak berhenti bekerja di tambang tembaga terbesar kedua itu.
Pejabat serikat pekerja Virgo Solossa mengatakan bahwa seorang pekerja tewas setelah “sebuah terowongan bawah tanah longsor di daerah produksi Freeport.”
Freeport menghentikan operasi di kompleks Grasberg di Papua pada 15 Mei, sehari setelah 38 pekerja terperangkap dalam terowongan di luar daerah operasi utama mereka.
Perusahaan itu menyatakan Rabu bahwa mereka telah memulihkan operasi di tambang, yang juga mengandung cadangan emas terbesar dunia. Serikat pekerja telah menekankan bahwa mereka tidak akan kembali bekerja sampai semua investigasi atas kecelakaan pada 14 Mei dituntaskan.
“Kecelakaan terakhir ini menunjukkan bagaimana arogannya manajemen Freeport setelah mereka memaksa diri dan para pekerja kembali bekerja dan memulai aktivitas produksi,” ujar Solossa. “Itulah sebabnya serikat pekerja meminta semua pekerja berhenti bekerja sama sekali di semua daerah pertambangan Freeport,” tambahnya.
Serikat pekerja itu mewakili sekitar 18.000 dari 24.000 pekerja tambang.
Tambang terbuka di Grasberg biasanya memproduksi sekitar 140.000 ton bijih tembaga setiap hari, sementara operasi bawah tanah menghasilkan 80.000 ton.
Juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy Primayanti, Jum’at (31/5), menjelaskan kepada VOA bahwa kecelakaan itu terjadi saat dilakukan kegiatan pemeliharaan di areal pertambangan. Seorang pekerja terpaksa menjalani perawatan akibat tertimbun materi biji basah (wet muck) bersama truk yang di tumpanginya. Pihak Freeport tengah melakukan investigasi terkait insiden tersebut.
"Tadi siang (Jum’at 31/5) tepatnya jam 13.30 Waktu Indonesia Timur, terjadi kecelakaan terhadap rekan kerja kita pengendara truk yang sedang melakukan perawatan di area tambang kita di kompleks Deep Orezone (DOZ). Rekan kita itu tertimpa material biji basah, kayak lumpur gitu. Yang bersangkutan segera kita larikan ke rumah sakit dan tengah menjalani perawatan," demikian keterangan Daisy Primayanti.
"Ini murni kecelakaan dan tidak ada kaitan dengan insiden kecelakaan pada 14 Mei lalu. Kecelakaan kali ini juga tidak terjadi akibat ketidak stabilan tambang. Bukan itu penyebabnya," tambahnya.
Daisy Primayanti memastikan PT Freeport Indonesia hingga kini masih menghentikan aktifitas pertambangan bawah tanahnya. Investigasi dari pemerintah Indonesia terkait peristiwa longsor di ruang pelatihan area Tambang Big Gossan di PT Freeport Indonesia pada 14 Mei 2013 lalu, masih terus berlangsung.
"Aktifitas penambangan di bawah tanah belum kembali berlangsung. Yang ada saat ini adalah aktifitas perawatan dan perbaikan. Investigasi 'kan tengah berjalan. Kegiatan operasional penambangan tentunya menunggu hasil investigasi dan melihat pertimbangan-pertimbangan dari tim investigasi," jelas Daisy.
Sebelumnya pada 14 Mei 2013 lalu, atap fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Freeport di area Big Gossan Timika Papua runtuh menimpa 38 orang pekerja Freeport yang mengikuti pelatihan di fasilitas tersebut. Proses evakuasi korban insiden runtuhnya terowongan tersebut baru selesai pada 21 Mei lalu.
Akibat insiden ini, sebanyak 28 orang pekerja tewas tertimbun runtuhan terowongan, lima pekerja mengalami luka berat dan lima pekerja lainnya mengalami luka ringan. Tim investigasi bentukan Pemerintah, kini tengah bekerja untuk mengetahui penyebab runtuhnya atap kelas tersebut.
Divisi Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Nasional) Pius Ginting kepada VOA menjelaskan beberapa lembaga swadaya masyarakat dan aktivis perburuhan akan melakukan aksi besar-besaran di kantor Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, pada 1 Juni 2013. Aksi tersebut akan menuntut pemerintah agar mengevaluasi keberadaan PT Freeport Indonesia khususnya menyangkut aktifitas tambang bawah tanah dan keselamatan kerja para pekerjanya.
"Keberadaan Freeport harus di evaluasi dari segi keamanan kerja yang jelas-jelas tidak aman. Kemudian dari prinsip kehati-hatian, karena kalau tekhnologi yang dimiliki Freeport sampai sekarang tidak bisa memastikan jaminan keamanan, maka harusnya pemerintah melakukan penghentian tambang bawah tanah oleh Freeport. Dan pada 1 Juni, kita bersama-sama dengan serikat buruh (akan) melakukan aksi ke kantor kementrian ESDM untuk memastikan hal itu termasuk soal penyelidikan oleh tim independen," papar Pius Ginting.
Sementara itu, dari kantor berita Reuters mengutip keterangan dari seorang pejabat serikat buruh, melaporkan seorang pekerja tewas setelah sebuah terowongan di tambang PT Freeport Indonesia longsor Jumat (31/5). Peristiwa tersebut membuat para pekerja didesak berhenti bekerja di tambang tembaga terbesar kedua itu.
Pejabat serikat pekerja Virgo Solossa mengatakan bahwa seorang pekerja tewas setelah “sebuah terowongan bawah tanah longsor di daerah produksi Freeport.”
Freeport menghentikan operasi di kompleks Grasberg di Papua pada 15 Mei, sehari setelah 38 pekerja terperangkap dalam terowongan di luar daerah operasi utama mereka.
Perusahaan itu menyatakan Rabu bahwa mereka telah memulihkan operasi di tambang, yang juga mengandung cadangan emas terbesar dunia. Serikat pekerja telah menekankan bahwa mereka tidak akan kembali bekerja sampai semua investigasi atas kecelakaan pada 14 Mei dituntaskan.
“Kecelakaan terakhir ini menunjukkan bagaimana arogannya manajemen Freeport setelah mereka memaksa diri dan para pekerja kembali bekerja dan memulai aktivitas produksi,” ujar Solossa. “Itulah sebabnya serikat pekerja meminta semua pekerja berhenti bekerja sama sekali di semua daerah pertambangan Freeport,” tambahnya.
Serikat pekerja itu mewakili sekitar 18.000 dari 24.000 pekerja tambang.
Tambang terbuka di Grasberg biasanya memproduksi sekitar 140.000 ton bijih tembaga setiap hari, sementara operasi bawah tanah menghasilkan 80.000 ton.