Azka Maulana Malik, usia 5 tahun, masih belum dapat bicara banyak. Ia terus menangis memanggil ibunya. Tawaran makan yang disampaikan perawat dan beberapa orang yang menjenguknya juga ditolaknya. Ia menutup mulutnya dan menangis. Tampak jelas ia masih sangat shock setelah tertimpa reruntuhan rumahnya di Desa Nagrak, Cianjur, selama tiga hari dua malam, akibat gempa berkekuatan 5,6 pada Senin (21/11) siang.
Menurut Muhammad Eka, usia 38 tahun, putranya bersama ibu dan neneknya sedang berada di rumah ketika gempa menghantam. Ia sendiri sedang mengantar kakak perempuan Azka ke Bandung. Mayat ibu Azka dan neneknya ditemukan hari Selasa (22/11), tetapi Azka tak diketahui rimbanya. Ayahnya, yang yakin Azka selamat, tak berhenti melakukan upaya pencarian bersama tim SAR Cianjur.
“Saat ditemukan posisi Azka tiduran. Ada semacam plafon yang menahan reruntuhan sehingga ia tidak terjepit. Namun ia tidak bersuara. Tidak ada tangisan, atau suara minta tolong, sehingga kami tidak mengetahui keberadaannya,” ujar Bripda Muhammad Farid yang ikut menemukannya.
Ia menambahkan, bisa jadi setelah tiga hari dua malam berada di bawah reruntuhan bangunan itu, ia sudah kehilangan harapan. Saat ditemukan, tubuhnya sudah dipenuhi kotorannya sendiri. Ia juga mengalami dehidrasi. Azka kini dirawat di RSUD Sayang, Cianjur, guna mendapat perawatan intensif.
Muhammad Eka tak kuasa berada di dekat putranya. Ia duduk menjauh, menahan pilu mendengar rintihan kesakitan Azka yang tubuhnya dipenuhi selang infus.
Pakar: Jarang Dilanda Gempa, Masyarakat Abai
Dihubungi VOA melalui telepon, pakar gempa di Universitas Andalas, Sumatra Barat, Dr. Badrul Mustafa mengatakan banyaknya warga yang menjadi korban tidak terlepas dari ketidaktahuan atau ketidakpedulian warga pada bencana gempa bumi ini karena jarang terjadi di daerah tersebut.
“Tidak hanya warga yang abai, pemerintah juga melakukan sosialisasi, simulasi dan mitigasi gempa karena frekuensi terjadinya gempa di daerah ini jarang. Berbeda dengan gempa serupa di Sumatera, yang memang ada sesar Sumatera mulai dari Aceh hingga Lampung di mana frekuensi gempa di darat lebih tinggi dibanding di Pulau Jawa secara keseluruhan,” ujarnya.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa gempa di Cianjur tersebut merupakan akibat pergeseran sesar Cimandiri yang merupakan salah satu sesar terbesar di Jawa Barat dengan potensi bahaya yang cukup besar.
Hingga Rabu Korban Tewas Capai 271 Orang
Upaya pencarian korban masih terus diupayakan tim gabungan dari SAR, BNPB, BPBD, TNI/Polri, relawan dan warga masyarakat yang totalnya mencapai lebih dari seribu orang. Hujan sangat lebat dan tanah longsor yang terjadi di beberapa sudut kota tidak menyurutkan niat mereka menemukan sekitar 40 orang yang masih belum diketahui nasibnya.
Dalam konferensi pers di Kantor Bupati Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11), Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan "hingga hari Rabu jumlah korban meninggal mencapai 271 orang dan semua telah teridentifikasi.”
Korban luka-luka tercatat mencapai 2.043 orang, sementara jumlah mereka yang mengungsi ke tempat yang lebih aman mencapai 61.908 orang. Total rumah yang mengalami kerusakan mencapai 56.320 unit, di mana hampir 40 persen hancur total. Ini belum mencakup 31 unit sekolah, 124 rumah ibadah, tiga fasilitas kesehatan, dan 13 gedung perkantoran yang rusak.
Suharyanto juga mengimbau warga yang ingin memberikan bantuan untuk mengkoordinasikannya dengan BPBD Cianjur atau BNPB agar pendistribusiannya merata.
"Jangan distribusikan sendiri karena cuaca tidak baik, jalanan kecil, menyebabkan jalanan terhambat, ada laporan pasukan evakuasi terhambat karena itu. Kemudian banyak warga luar datang untuk menonton korban bencana, akan ditertibkan oleh TNI/Polri," lanjutnya. [em/iy]
Forum