Aktivitas menjemur ubi kayu yang kemudian diolah menjadi nasi tiwul merupakan pemandangan yang dapat dengan mudah ditemukan saat ini di lokasi transmigrasi Rato Ombu, Poso, Sulawesi Tengah.
Hal ini karena para transmigran asal Jawa Timur yang ditempatkan di wilayah itu pada akhir 2010 sudah tidak lagi mendapatkan jatah jaminan hidup berupa beras dan lauk pauk yang dihentikan pada akhir Desember 2011.
Sukemi, 55, mengatakan terpaksa memakan tiwul karena tidak mampu membeli beras. Kebanyakan warga hingga kini belum dapat sepenuhnya mengandalkan hasil pertanian di lokasi tersebut karena seringkali dirusak oleh hama tikus, tupai dan kera.
“Mau jualan [hasil pertanian] tidak ada angkutan ke pasar, jadi cuma dijual murah saja di sini. Daun ubi yang kita jual satu ikat Rp 500, tapi harga beras 1 kilogram Rp 10.000,” ujarnya pada Senin (2/7).
Seorang ibu rumah tangga bernama Wesiyem, 38, berharap pemerintah agar busa segera memperbaiki jalan untuk memudahkan mereka dapat menjual hasil pertanian berupa sayur mayur ke kota. Kerusakan jalan dan ketiadaan sarana transportasi memaksa mereka untuk menjual hasil pertanian dengan harga Rp 500 per ikat padahal di kota harganya mencapai Rp 1.500 sampai Rp 2.000.
“Paling banyak sehari cuma dapat uang Rp 10.000, Rp 20.000 paling banyak. Jadi terpaksa kita makan tiwul,” katanya.
Di tempat terpisah, Bupati Poso Piet Inkiriwang mengatakan pemerintah Kabupaten Poso akan berupaya untuk memperhatikan kondisi warga Transmigran dengan mengupayakan perbaikan jalan transportasi sepanjang 5 km yang kini dalam kondisi rusak.
Hal ini karena para transmigran asal Jawa Timur yang ditempatkan di wilayah itu pada akhir 2010 sudah tidak lagi mendapatkan jatah jaminan hidup berupa beras dan lauk pauk yang dihentikan pada akhir Desember 2011.
Sukemi, 55, mengatakan terpaksa memakan tiwul karena tidak mampu membeli beras. Kebanyakan warga hingga kini belum dapat sepenuhnya mengandalkan hasil pertanian di lokasi tersebut karena seringkali dirusak oleh hama tikus, tupai dan kera.
“Mau jualan [hasil pertanian] tidak ada angkutan ke pasar, jadi cuma dijual murah saja di sini. Daun ubi yang kita jual satu ikat Rp 500, tapi harga beras 1 kilogram Rp 10.000,” ujarnya pada Senin (2/7).
Seorang ibu rumah tangga bernama Wesiyem, 38, berharap pemerintah agar busa segera memperbaiki jalan untuk memudahkan mereka dapat menjual hasil pertanian berupa sayur mayur ke kota. Kerusakan jalan dan ketiadaan sarana transportasi memaksa mereka untuk menjual hasil pertanian dengan harga Rp 500 per ikat padahal di kota harganya mencapai Rp 1.500 sampai Rp 2.000.
“Paling banyak sehari cuma dapat uang Rp 10.000, Rp 20.000 paling banyak. Jadi terpaksa kita makan tiwul,” katanya.
Di tempat terpisah, Bupati Poso Piet Inkiriwang mengatakan pemerintah Kabupaten Poso akan berupaya untuk memperhatikan kondisi warga Transmigran dengan mengupayakan perbaikan jalan transportasi sepanjang 5 km yang kini dalam kondisi rusak.