Presiden Donald Trump menelpon beberapa pemimpin Timur Tengah menjelang pengumuman yang diperkirakan akan disampaikan hari Rabu (6/12) bahwa Amerika Serikat akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Pernyataan Gedung Putih mengatakan Presiden Trump berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas dan Raja Yordania Abdullah pada pagi hari, dan akan memberitahu para pemimpin regional lainnya kemudian.
Tidak ada berita langsung dari Gedung Putih mengenai isi percakapan tersebut, tetapi pers Palestina melaporkan Trump telah memberitahu Abbas bahwa pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel akan diumumkan.
Negara-negara Arab dan Muslim telah memperingatkan bahwa pernyataan semacam itu dapat menghancurkan usaha Amerika untuk mencapai kesepakatan damai Arab-Israel. Pemimpin senior Palestina Nabil Shaath mengatakan Trump tidak lagi akan dianggap sebagai penengah yang kredibel.
"Otorita Palestina tidak akan membiarkan kekerasan, tapi mungkin tidak akan dapat mencegah demonstrasi dan pemberontakan Palestina yang ketiga," kata Shaath, yang berbicara dalam bahasa Arab.
Yerusalem adalah tempat Masjid Al-Aqsa, tempat tersuci ketiga dalam Islam. Bagi orang Yahudi, itu adalah Temple Mount, tempat paling suci di dunia.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengancam akan memutuskan hubungan dengan Israel, kalau Presiden Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Berdasarkan undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Bill Clinton pada tahun 1995, kedutaan harus dipindahkan ke Yerusalem dari Tel Aviv kecuali jika presiden menandatangani pernyataan setiap enam bulan yang menyatakan bahwa masalah tersebut harus diputuskan antara warga Israel dan Palestina. Setiap presiden sejak Presiden Clinton telah menandatangani pernyataan itu, termasuk Presiden Trump, yang melakukannya pada bulan Juni lalu. [sp/ii]