Presiden Amerika Serikat Donald Trump belum membuat keputusan apakah akan secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, kata penasihat dan menantunya, Jared Kushner, hari Minggu (3/12) di Washington, DC.
"Dia masih mempelajari banyak fakta yang beragam, dan apabila ia telah membuat keputusan , dia-lah yang akan memberi tahu Anda, bukan saya," kata Kushner dalam sebuah konferensi tahunan mengenai kebijakan AS di Timur Tengah.
Komentar Kushner menyusul laporan dalam beberapa hari terakhir bahwa Trump kemungkinan besar akan mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dalam sebuah pidato yang dijadwalkan Rabu depan.
Langkah tersebut, yang muncul setelah pembahasan internal berbulan-bulan, kemungkinan akan mengobarkan ketegangan di Timur Tengah dan mempersulit usaha pemerintah untuk merundingkan kesepakatan damai antara Israel dan Palestina.
Di bawah undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Bill Clinton pada tahun 1995, kedutaan harus dipindahkan ke Yerusalem dari Tel Aviv kecuali presiden menandatangani pernyataan setiap enam bulan yang menyatakan masalah tersebut harus diputuskan dulu antara Israel dan Palestina. Setiap presiden sejak Clinton telah menandatangani pernyatan itu, termasuk Trump, yang melakukannya Juni lalu.
Fakta bahwa Trump belum mengumumkan keputusannya itu membuat berang baik warga Israel maupun Palestina. Para pejabat Israel hari Minggu (3/12) mendesak Trump agar mengambil keputusan yang sesuai dengan keinginan Israel.
Ayoob Kara, Menteri Komunikasi Israel, mengemukakan, “Menurut saya presiden Amerika tahu dan memahami kebutuhan kawasan dan dengan mengesahkan Yerusalem sebagai ibukota Israel yang utuh dan abadi - ini adalah sesuatu yang ia nyatakan diinginkannya - dan menurut saya dengan menerapkannya, ia mengirim sebuah pesan penting.”
Akan tetapi warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara mereka kelak.
Presiden Mahmoud Abbas telah menyatakan bahwa pengakuan bahwa kota itu adalah ibukota Israel sama sekali tidak dapat diterima oleh warga Palestina dan negara-negara Arab dan lainnya.
Akram Attallah, seorang lelaki Palestina yang tinggal di Betlehem, mengatakan memindahkan Kedutaan Besar Amerika ke Yerusalem akan memiliki konsekuensi-konsekuensi yang luas.
“Ini merupakan masalah dalam salah satu topik inti dan paling penting dalam konflik Israel-Palestina, masalah Yerusalem. Apabila mereka mengakuinya, ini berarti mereka mengambil keputusan yang sepenuhnya mendukung kelompok sayap kanan Israel pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bahwa Yerusalem adalah ibukota, satu-satunya ibukota Israel dan bukan ibukota Palestina,” tandasnya.
Setelah satu periode yang damai di kawasan itu, pekan lalu muncul kembali kekerasan, sewaktu seorang lelaki Palestina menikam hingga tewas seorang tentara Israel, dan seorang pemukim Israel menembak mati seorang warga desa Palestina. Akan tetapi Kushner menyatakan keyakinannya bahwa pemerintahan Trump akan berhasil dalam upaya-upaya perdamaiannya di Timur Tengah.
Kushner mengatakan, "Presiden (Trump) memiliki karier yang sangat panjang dalam mencapai hal-hal yang banyak orang katakan mustahil. Menurut saya, contoh yang paling baru mengenai ini adalah pemilu, di mana banyak orang yang menjadi pakar pemilu, mengira mustahil ia terpilih dan presiden melakukan pendekatan yang sangat tidak konvensional dalam pencalonannya dan pada akhirnya berhasil.”
Kushner memimpin upaya-upaya pemerintahan Trump untuk memulihkan perdamaian di Timur Tengah. [as/uh]