Presiden terpilih Amerika Donald Trump hari Selasa (29/11) menyerukan hukuman keras bagi demonstran yang membakar bendera Amerika, meskipun Mahkamah Agung memutuskan tindakan itu dilindungi sebagai bentuk dari kebebasan menyatakan pendapat.
“Tidak seorangpun seharusnya diperbolehkan untuk membakar bendera Amerika - jika dilakukan, harus ada konsekuensi - mungkin kehilangan kewarganegaraan atau hukuman penjara setahun!,” kata Trump lewat akun Twitter.
Tidak jelas apa yang memicu pesan twitter presiden terpilih itu. Tapi pesan itu keluar setelah sebuah perguruan tinggi di negara bagian Massachusetts memutuskan untuk tidak lagi mengibarkan bendera Amerika setelah mahasiswa diduga membakar bendera sebagai protes akan kemenangan Trump yang mengejutkan dalam pemilihan presiden tiga minggu lalu atas calon Partai Demokrat Hillary Clinton.
Hari Minggu, para veteran Amerika serta demonstran lain memprotes keputusan pejabat Hampshire College untuk tidak mengibarkan bendera. Perguruan tinggi itu mengatakan menyambut baik diskusi damai mengenai bendera, yang dihormati jutaan warga Amerika.
Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan ia, bersama “mayoritas warga Amerika,” menganggap pembakaran bendera sangat menghina.
Tapi Earnest menambahkan, “Kita bertanggung jawab sebagai negara untuk secara hati-hati melindungi hak-hak yang tercantum dalam Konstitusi”.
Kevin McCarthy, seorang pemimpin Partai Republik di DPR Amerika, mengatakan tidak ada rencana untuk melakukan tindakan legislatif terhadap pembakaran bendera.
Dalam beberapa dekade terakhir, anggota legislatif Amerika beberapa kali berusaha melarang pembakaran atau penodaan bendera berwarna merah, putih dan biru berisi 50 bintang berwarna putih yang menjadi simbol 50 negara bagian itu.
Tapi Mahkamah Agung tahun 1989 memutuskan bahwa UU yang melarang perusakan bendera sebagai bentuk protes tidak konstitusional karena melanggar Amandemen Pertama Konstitusi Amerika yang melindungi kebebasan menyatakan pendapat.
Keputusan pengadilan tahun 1958 melarang pencabutan kewarganegaraan sebagai bentuk hukuman kejahatan.
Sewaktu menjadi Senator New York, Hillary Clinton tahun 2005 ikut dalam upaya untuk memberlakukan kembali larangan pembakaran bendera, tapi upaya legislatif itu gagal. [my/ds]