Turki, Minggu (30/6), mengatakan enam warganya ditahan pasukan Libya dan bertekad menanggapi setiap serangan terhadap kapal atau kepentingannya.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan dalam pernyataan, akan menganggap "pasukan milisi ilegal Khalifa Hifter" sebagai "target yang sah", jika orang-orang Turki itu tidak dibebaskan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan akan ada "konsekuensi berat" bagi "sikap yang bermusuhan atau serangan." Komentarnya muncul setelah juru bicara Angkatan Darat Nasional Libya (LNA) bentukan Hifter menyebut aset-aset Turki di Libya sebagai sasaran yang sah,'' menuduh Turki membantu milisi saingan bersekutu dengan pemerintah yang diakui PBB. Pasukan Hifter telah menerima bantuan dari Mesir, Uni Emirat Arab, Rusia dan Prancis.
Akar mengatakan Turki berada di Libya untuk mendukung "perdamaian dan stabilitas regional,” seperti dikutip kantor berita resmi Anadolu.
LNA menguasai sebagian besar Libya timur dan selatan. April lalu LNA melancarkan serangan terhadap Tripoli, markas pemerintah yang lemah, yang diakui PBB.
Dalam pernyataan singkat LNA mengatakan, angkatan udaranya menarget pesawat nirawak Turki di dekat bandara Matiga, yang dikuasai pemerintah Tripoli. Bandara itu mengatakan semua penerbangan dibatalkan setelah serangan itu.
Matiga adalah satu-satunya bandara yang berfungsi di atau sekitar ibu kota. Sementara itu, pihak berwenang di daerah-daerah yang dibawah kendali Hifter meminta warga Turki agar meninggalkan negara itu.[ka/ii]