Pengumuman pemimpin Kurdi Irak, Masoud Barzani bahwa dia berencana mengundurkan diri, disambut dengan penuh kegembiraan di media pro-pemerintah Turki. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menuduh Barzani, bekas sekutu dekatnya, berkhianat karena memutuskan untuk mengadakan referendum kemerdekaan pada bulan Oktober.
"Turki, baik secara terbuka atau tidak, akan sangat senang dengan disingkirkannya Barzani sebagai presiden dan diganti dengan orang lain", kata mantan diplomat senior Turki, Aydin Selcen, yang mendirikan Konsulat Turki di ibukota daerah Kurdi Irak, Irbil.
Ankara, lewat tekanan diplomatik dan ekonomi, terang-terangan mengupayakan agar orang-orang Kurdi membatalkan niat mereka setelah memberi dukungan besar untuk kemerdekaan, yang oleh Turki dikhawatirkan dapat memicu minoritas Kurdi di wilayahnya untuk bergolak.
Tetapi Ankara akan menanggung kerugian besar akibat pengunduran diri Barzani. Sejak akhir tahun 2000an, Presiden Erdogan menjalin hubungan politik yang erat dengan Barzani, yang difasilitasi oleh perdagangan yang berkembang dan ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan Irak.
Erdogan berulang kali menuduh Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi dan pendahulunya, Nouri al-Maliki, menjalankan kebijakan melawan minoritas Sunni Irak, sebuah sikap yang konsisten dengan kecenderungan presiden Turki untuk menunjukkan dirinya sebagai pembela hak warga Sunni di kawasan itu. [ps/jm]