Pejabat tertinggi Uni Eropa di Tepi Barat, Sven Kühn von Burgsdorff, Rabu (27/1) menyambut baik beberapa rencana Palestina untuk mengadakan pemilihan umum tahun ini nanti. Ia mendesak pemilu diadakan di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.
Pemilu itu dipandang sebagai langkah penting untuk mengakhiri keretakan yang mengakibatkan Palestina terpecah di antara pemerintah yang bersaing sejak kelompok militan Muslim, Hamas, merebut kendali Jalur Gaza dari Otoritas Palestina yang diakui secara internasional pada tahun 2007.
Sejak saat itu, otoritas Palestina hanya mengatur daerah otonomi di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Sejumlah upaya rekonsiliasi sebelumnya berulang kali mengalami kegagalan.
Beberapa pejabat pemilu Palestina telah mengundang Uni Eropa untuk mengirim sejumlah pengamat untuk memantau pemilihan mendatang yang direncanakan untuk anggota legislatif dan presiden.
Undangan tersebut dipandang sebagai suatu tanda bahwa Palestina serius untuk menggelar pemilu pertama dalam 15 tahun.
Palestina mengharapkan Uni Eropa dapat memastikan pemungutan suara itu berlangsung transparan, sekaligus berharap agar Uni Eropa dapat menggalang upaya memberi tekanan terhadap Israel agar mengizinkan sejumlah warga Palestina, yang tinggal di Yerusalem timur yang dicaplok Israel, dapat memberikan suara.
Palestina mengklaim Yerusalem timur, yang direbut Israel pada tahun 1967, sebagai ibukota negara itu pada masa mendatang.
Israel menganggap seluruh wilayah Yerusalem sebagai ibukota negaranya.
Belum dikemukakan apakah upaya itu akan mengizinkan penduduk Palestina di Yerusalem timur, di mana terdapat situs-situs utama agama besar, dapat memberikan suara dalam pemilu Palestina.
Uni Eropa mendukung pembentukan negara Palestina, berdampingan dengan Israel, dengan Yerusalem timur sebagai ibu kota.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengeluarkan keputusan pada 15 Januari, menjadwalkan pemilihan anggota parlemen pada 22 Mei, dan pemilihan presiden pada 31 Juli 2021. [mg/ka]