Tersangka teroris Umar Patek akan dijerat dengan pasal berlapis yang dapat menghasilkan hukuman 15 tahun penjara. Demikian menurut Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar, Senin, di Jakarta.
Pihak Kejaksaan akan mendakwa pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, tersebut dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-undang Imigrasi dan Undang-undang Hukum Pidana serta Undang-undang Darurat.
Boy menyatakan Umar Patek berperan besar dalam sejumlah aksi terorisme di Indonesia seperti bom natal dan bom Bali. Pria 45 tahun itu tercatat berada dalam jaringan Jamaah Islamiyah, Anshorut Tauhid dan juga dengan kelompok separatis di Mindanao, Fiilipina.
Penerapan Undang-undang Terorisme untuk menjerat Umar Patek ditempuh berdasarkan tudingah bahwa Umar pernah memasukkan senjata api untuk mendukung aksi terorisme.
Senjata diduga dipasok Umar Patek pada 2009 melalui Filipina. Umar membawa empat senjata api laras panjang dan menyerahkan dua di antaranya kepada Dulmatin.
Polisi, menurut Boy Rafli, juga mengantongi fakta lain bahwa Umar tahu-menahu mengenai kegiatan pelatihan militer di Aceh.
Rafli Amar mengatakan, "Ada keterlibatan (antara Umar) dengan Dulmatin pada 2010 bulan Maret lalu. Dulmatin mati pada waktu itu ditembak petugas, dia (Umar Patek) juga ada di sekitar Jakarta pada saat mereka mengikuti kegiatan di kamp militer di Aceh."
Istri Umar Patek, Rukayah, juga menjadi tahanan atas tuduhan pelanggaran keimigrasian. Rukayah adalah warga negara Filipina yang memiliki paspor Indonesia berdasarkan akta dan kartu keluarga palsu.
Perempuan kelahiran 13 Mei 1984 itu ditahan di tahanan yang sama dengan Umar Patek, tapi ia ditempatkan secara terpisah di dalam sel khusus. Saat ini Umar Patek ditahan di Rutan Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua Depok. Kepala Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar menjelaskan, "Ia (Rukayah) memasukkan data palsu untuk memperoleh kartu tanda penduduk sebagai dasar pembuatan paspor. Kemudian juga (melanggar peraturan) keimigrasian, karena ia warga negara Filipina," ujar Rafli Amar.
Direktur International Crisis Group Asia Tenggara Sidney Jones menilai tingginya korupsi di Kantor Imigrasi sebagai salah satu penyebab terus tumbuhnya jaringan teror di Indonesia. Dan dengan begitu, para teroris sangat mudah keluar dan masuk ke Indonesia.
Untuk itu, Jones menyarankan agar Indonesia segera membetuk satuan tugas khusus melacak tentang dokumen palsu ini.
Sementara itu, Kepala Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum Dan HAM Herawan Sukoaji menegaskan pihaknya akan melakukan sanksi tegas terhadap oknum petugas imigrasi yang terbukti melanggar.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis tiga warga Indonesia yang menjadi anggota teroris internasional. Mereka adalah Umar Patek, Muhammad Jibril Abdul Rahman, dan Abdul Rahim Ba’asyir-anak dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Kabid Penum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar mengungkapkan pihaknya akan menindaklanjuti pernyataan Kemenlu AS tersebut.