Universitas George Washington di Washington, D.C. merupakan salah satu kampus di Amerika Serikat yang menyediakan mushola dan tempat wudhu bagi para mahasiswanya. Mushola yang terletak di gedung pusat kegiatan mahasiswa, Marvin Center ini, didirikan sekitar 15 tahun lalu.
“Tadinya mereka sholat di ruangan yang sempit dan berisik, sulit untuk meditasi, khusyu, dan kontemplasi. Sekaranag mushola menjadi tempat ibadah, merenungng, meningat allah belajar, tidur singkat bagi mahasiswa,” papar Osama Alsaleh, mantan presiden organisasi Muslim Students’ Association di universitas George Washington.
Kehadiran mushola sangat membantu, mengingat jadwal aktivitas dan kuliah yang sangat padat di kampus. Mahasiswa S2 jurusan hukum di universitas George Washington asal Indonesia, Meike Rachmanna, mengaku sering menggunakan mushola ini.
“Pertama cari di Google. Ada tapi enggak jelas. Tapi ketika sudah sampai ke kampus lalu ketemu dan ternyata tempatnya nyaman banget dan sangat memfasilitasi, jadi saya sangat excited. Senang banget,” ujar Meike.
Selain bisa beribadah, mahasiswa S2 jurusan kajian islam asal Tulungagung, Indonesia, Halim Miftahul Khoiri, mengaku banyak bertemu teman baru di mushola.
“Mushola ini kebetulan tempat favorit Halim di seluruh area George Washington University, karena di mushola ini Halim bisa sholat dan bertemu dengan teman-teman komunitas muslim di sini, dari berbagai latar belakang. Di sini juga Halim mendapatkan teman. Sumbernya dari sini.”
Memang menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para mahasiswa muslim ini ketika harus menjalankan sholat di tengah-tengah jadwal kuliah.
“Biasanya waktunya harus disesuaiin, kan kelasnya general nih. Enggak ada aturan Ashar, Isya, atau apa-apa pun terserah profesornya. Jadi saya milih mata kuliah yang sesuai waktunya,” jelas Meike.
Ketika sedang jauh dari mushola, Halim memilih untuk melakukan sholat di mana pun ia tengah berada.
“Kadang-kadang ketika Halim melakukan sholat, enggak ada orang yang komentar gitu. Jadi orang-orang pada ngerti kalau Halim melakukan sholat di sekitar sini, walau pun enggak di mushola,” katanya.
Namun, ada sesuatu yang berbeda yang dirasakan oleh Meike, ketika menjalankan sholat di Amerika, jika dibandingkan dengan di Indonesia.
“Saya enggak dengar suara adzan sama sekali. Mungki itu yang paling kerasa banget. Kalau dulu setiap pagi selalu ada adzan di sini enggak ada,” ujarnya.
Mushola di universitas George Washington ini juga kerap kali mengadakan kegiatan rutin. Salah satunya adalah acara halaqah mingguan bersama Imam setempat, yang memberikan kesempatan untuk para mahasiswa muslim berdiskusi dan membahas ayat-ayat Al-Quran. Mushola pun juga terbuka bagi mahasiswa dengan latar belakang agama lain, yang ingin beribadah atau melakukan meditasi.
Pengelola mushola ini adalah organisasi Muslim Students’ Association di universitas George Washington, yang beranggotakan mahasiswa muslim dari berbagai negara, antara lain Indonesia, China, Timur Tengah, dan Afrika. Organisasi ini kerap mengadakan kegiatan lintas agama dan sosial yang bersifat menghubungkan beragam komunitas di kampus.
Kegiatan agama lainnya adalah Fast ‘a’ Thon, yang mengajak mahasiswa dengan berbagai latar belakang agama yang berbeda-beda untuk ikut berpuasa dan berbuka puasa bersama, dengan tujuan memperkenalkan makna dari salah satu pilar islam ini.
“Amerika sangat akomodatif terhadap budaya asing, sehingga menjadikannya tidak asing lagi, dan meleburnya menjadi bagian dari negara ini,” kata Osama Alsaleh.
Tak hanya kegiatan beragama dapat tetap dijalankan seperti di tanah air, para mahasiswa muslim Indonesia juga mendapat kesempatan untuk memperluas wawasannya melaui berbagai aktivitas lintas agama. [di]