PBB mengungkapkan keprihatinan akan nasib warga sipil di kawasan Idlib, Suriah, di mana pasukan pemerintah yang didukung Rusia berencana melancarkan serangan besar untuk merebut kubu pertahanan terakhir pemberontak. Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, Kamis (30/8) memperingatkan penggunaan senjata kimia oleh pihak manapun tidak bisa diterima.
Reporter VOA Zlatica Hoke melaporkan, pejabat PBB itu mendesak pemerintah Suriah untuk membiarkan warga sipil meninggalkan Idlib sebelum melancarkan serangan yang kemungkinan menimbulkan bencana kemanusiaan lain.
Rekaman gambar dan video mengenai warga sipil yang menderita akibat serangan sarin tahun lalu di Khan Sheikhoun memicu kecaman internasional. Itu merupakan penggunaan senjata kimia yang paling banyak menelan korban jiwa dalam perang Suriah sejak serangan tahun 2013 di Ghouta, yang memaksa pemerintah Suriah menghancurkan persediaan senjata kimia terlarangnya. Penggunaan gas saraf sarin dan klorin secara berturutan itu menunjukkan bahwa senjata kimia belum dimusnahkan di Suriah.
Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, mengatakan, "Kita semua tahu bahwa baik pemerintah maupun Al-Nusra memiliki kemampuan untuk memproduksi klorin yang bisa digunakan sebagai senjata.”
PBB, Kamis, memperingatkan agar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik itu untuk tidak menggunakan senjata kimia dalam pertempuran mendatang.
Pemerintah Suriah bersikeras untuk merebut wilayah terakhir yang hingga kini masih dikuasai pemberontak. Dan Menteri Luar Negeri Suriah, Walid al-Moallem, Kamis (30/8) mengatakan, Damaskus melakukan segala hal untuk menghindari jatuhnya korban sipil.
"Untuk menunjukkan niat kami, kami berusaha mengevakuasi warga sipil melalui bandara dengan bantuan mereka yang telah menyerahkan diri. Namun para militan dari Jabhat al-Nusra menghalangi usaha kami. Mereka menahan kebanyakan warga sipil itu dan kini menyandera mereka,” jelasnya.
Diplomat tertinggi Suriah itu berbicara pada sebuah konferensi pers di Moskow. Rusia dan Iran mendukung pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad. PBB, AS, Turki dan Uni Eropa mengecam kekejian pemerintah Suriah terhadap rakyatnya sendiri. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memiliki pesan untuk mereka menjelang serangan di Idlib.
"Kami menyerukan agar negara-negara Arab, Eropa dan Amerika Serikat melupakan proyek-proyek geopolitik mereka agar bisa mendukung usaha bersama untuk menjamin kestabilan di Suriah. Kestabilan negara ini sangat penting bagi keamanan dan pembangunan Timur Tengah dan Afrika Utara,” kata Lavrov.
Idlib adalah kubu pertahanan terakhir pemberontak dalam perang Suriah yang telah berlangsung tujuh tahun. Banyak wilayah di kawasan itu dikuasai kelompok militan terkait al-Qaida. Namun, sebagaimana diungkapkan sejumlah pejabat AS, Kamis, jumlah warga sipil di kawasan itu jauh lebih banyak daripada jumlah pemberontak. PBB mengatakan, serangan militer di Idlib bisa menjadi bencana kemanusiaan besar dan mendesak agar dilangsungkan lebih banyak pembicaraan untuk menghindari terjadinya bencana tersebut. Senjata kimia telah digunakan dalam perang Suriah, dan pihak-pihak yang bertikai saling tuding telah menggunakannya. [ab/uh]