Tautan-tautan Akses

Vatikan Keluarkan Pedoman Penanganan Pelecehan Seksual dan Larangan Pungut Biaya Upacara


Pemandangan Basilika Santo Petrus, 14 Agustus 2004. (Foto: AP)
Pemandangan Basilika Santo Petrus, 14 Agustus 2004. (Foto: AP)

Setelah mengeluarkan buku panduan bagaimana menangani tuduhan pelecehan seks, Vatikan mengingatkan pemuka agama Katolik untuk tidak memungut biaya bagi upacara pernikahan dan pemakaman. Juga diingatkan bahwa upacara semacam itu bisa dilakukan semua umat yang memerlukan.

Vatikan beberapa waktu lalu mengeluarkan pedoman bagaimana seharusnya pemuka agama Katolik Roma menangani tuduhan pelecehan seksual. Buku itu dinilai merupakan panduan yang paling jelas dan menyeluruh.

Dokumen setebal 20 halaman itu dikeluarkan oleh Kongregasi Vatikan untuk Doktrin Agama (Congregation for the Doctrine of the Faith-CDF). Intinya, pedoman itu mendorong rohaniwan agar melaporkan pelecehan seksual kepada pihak berwenang meskipun tidak diharuskan hukum setempat.

Basilika Santo Petrus saat upacara kanonisasi di Lapangan Santo Petrus di Vatikan, Minggu, 14 Oktober 2018. (Foto: AP)
Basilika Santo Petrus saat upacara kanonisasi di Lapangan Santo Petrus di Vatikan, Minggu, 14 Oktober 2018. (Foto: AP)

"Buku pedoman Vatikan ini penting bukan karena ada aturan baru. Tidak ada yang baru di dalamnya. Tetapi, pedoman ini secara sistematis membeberkan seperangkat aturan yang kurang dipahami para Uskup di seluruh dunia," kata Nicolas Senèze, pakar Vatikan pada surat kabar 'La Croix'.

Dalam dokumen Vatikan sebelumnya, rohaniwan diperintahkan melaporkan pelecehan kepada pimpinan gereja dan memberi tahu pihak berwenang jika diminta berdasar hukum setempat.

"Aturan sudah ada, tetapi sangat berbeda. Aturan-aturan itu sudah lama dan perlu diperbarui," kata Nicolas Senèze.

Buku pegangan itu mendefinisi pelecehan seks dan menjabarkan apa yang harus dilakukan kalau ada tuduhan, cara melakukan investigasi awal dan peran CDF. Pedoman itu juga mengurai proses pidana dan prosedur banding bagi mereka yang dituduh.

Paus Fransiskus menjadikan perang terhadap pelecehan seksual dan upaya menutup-nutupinya dalam Gereja Katolik Roma salah satu prioritas dalam masa kepausannya. Pertemuan khusus digelar pada Februari 2019 untuk membahas isu pelik tersebut.

Ketika itu, Paus menyerukan adanya "buku pegangan praktis yang membeberkan langkah-langkah yang harus diambil pihak berwenang pada saat-saat penting begitu muncul satu kasus." Vatikan mengatakan, buku pedoman itu adalah "Versi 1.0", yang bisa diperbarui jika dan bila perlu.

"Yang sebenarnya baru adalah untuk pertama kali prosedur itu dibeberkan secara terorganisir - dari laporan pertama tentang kemungkinan kejahatan hingga kesimpulan yang pasti," ujar Uskup Agung Giacomo Morandi dalam wawancara dengan Vatikan News.

Morandi, wakil CDF, bertanggung jawab memroses pengaduan pelecehan seksual para rohaniwan. Ia mengakui pelecehan seks oleh rohaniwan terhadap anak di bawah umur masih "terjadi di semua benua". Ia mengatakan, kita masih mendengar adanya laporan dari kasus lama, kadang-kadang bertahun-tahun lalu. Tentu saja, beberapa kejahatan juga terjadi baru-baru ini.

Paus Francis melambai kepada orang-orang di Lapangan Santo Petrus setelah doa Regina Coeli. (Foto: via Reuters)
Paus Francis melambai kepada orang-orang di Lapangan Santo Petrus setelah doa Regina Coeli. (Foto: via Reuters)

Upaya Paus membongkar kebisuan seputar pedofilia di gereja Katolik mencakup pengesahan langkah penting tahun lalu untuk mewajibkan orang-orang yang mengetahui adanya pelecehan seksual agar melaporkannya kepada atasan mereka. Seorang pakar terkemuka dalam upaya gereja mememerangi pelecehan seksual memperingatkan pada Juni lalu, pandemi virus corona telah meningkatkan risiko bagi anak di bawah umur seiring bergesernya prioritas dunia.

Beberapa hari setelah merilis pedoman itu, Vatikan mengeluarkan larangan bagi para pastor agar tidak memungut biaya untuk upacara pernikahan dan pemakaman. Diingatkan bahwa jika diperlukan, upacara itu bisa dilakukan umat biasa.

Sementara banyak gereja Katolik meminta sumbangan untuk misa, ada sebagian yang menetapkan biaya untuk berbagai layanan, mulai dari pembaptisan hingga misa mengenang orang yang meninggal. Penetapan biaya ini tidak disenangi Takhta Suci.

Dalam pedoman baru bagi paroki, para pastor diingatkan agar kembali ke aturan yang ada. Mereka ditekankan untuk "tidak 'mengomersialkan'" misa atau "memberi kesan bahwa ada biaya untuk upacara Sakramen."

Di beberapa negara, persembahan dalam misa adalah satu-satunya sumber pendapatan pastor. Tetapi Vatikan "sangat merekomendasikan" agar misa tetap ada "meskipun tidak ada yang memberi persembahan".

Permintaan datang selagi keuangan gereja terimbas pandemi virus corona. Menteri keuangan Vatikan memperingatkan pada Mei lalu, penutupan museum dan pembatalan acara penggalangan dana akan menyebabkan pemasukan turun hingga 45 persen.

Sementara itu, laporan statistik tahunan gereja tahun 2020 dikatakan, jumlah umat Katolik di seluruh dunia naik hampir enam persen antara tahun 2013 dan 2018. Sebaliknya, jumlah pastor turun 0,3 persen -lebih dari tujuh persen di Eropa.

Lapangan St. Peter kosong akibat kebijakan lockdown karena corona. (Foto: AP)
Lapangan St. Peter kosong akibat kebijakan lockdown karena corona. (Foto: AP)

Mengatasi kekurangan pastor dan diakon, "orang awam dibolehkan membantu dalam pernikahan" jika Takhta Suci memberi izin. Mereka juga bisa merayakan misa Minggu dan pemakaman. Pilihan tersedia "hanya dalam keadaan yang sangat mustahil" untuk mendatangkan seorang pastor.

Gereja-gereja lokal diminta "menjajaki secara kreatif" cara menjangkau orang-orang dan mengatasi kurangnya jemaat di Eropa khususnya -sementara para pastor harus mengurus lebih dari satu paroki.

Pedoman itu menyusul pengakuan Paus Fransiskus pada tahun 2013 bahwa "seruan untuk meninjau dan memperbarui paroki-paroki belum cukup membuat mereka lebih dekat dengan umat." [ka/lt]

XS
SM
MD
LG