Komisi Pemberantasan Korupsi berencana akan mengajukan banding atas vonis hukuman empat tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah.
Lembaga anti rasuah itu menilai vonis yang dijatuhkan kepada Atut tidak sebanding dengan perbuatan yang telah dilakukannya.
"Saya kira akan banding dan pantas untuk dibanding. Ini telah menodai demokrasi dan MK (Mahkamah Konstitusi), serta melukai rakyat setempat," ujarnya.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta,Senin (1/9) Atut empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta terkait kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah Lebak , Banten.
Atut dinyatakan terbukti menyuap Akil Mochtar selaku Ketua MK sebanyak Rp1 milliar untuk memenangkan gugatan salah satu pasangan calon bupati dalam pilkada Lebak yaitu adanya pemilihan ulang di daerah tersebut.
Selain itu, majelis hakim juga menolak tuntutan jaksa yang meminta agar Atut diberi hukuman tambahan yaitu agar hak politiknya untuk dipilih dan memilih dicabut.
Putusan empat tahun penjara terhadap Atut ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Atut 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Matheus Samiadji menilai, wajar vonis yang diberikan hakim lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum. Putusan yag diberikan hakim berdasarkan fakta persidangan dan bukan asumsi.
Menurutnya, pembuktian dakwaan dalam persidangan hanya cenderung mengulang-ulang fakta.
Putusan tersebut tidak diambil dengan suara bulat. Anggota majelis hakim Alexander Marwata menilai Atut tidak terbukti bersalah dan harus dibebaskan.
Menurutnya, sejak awal Atut tidak mengetahui bila pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan Bupati Lebak Amir Hamzah-Kasmin mengajukan gugatan sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan terkait pertemuan di Singapura, Alex berpendapat itu dilakukan dengan tidak sengaja seperti diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan. Pertemuan itu sama sekali tidak membahas pengurusan sengketa pilkada.
Mengenai permintaan awal suap yakni Rp 3 miliar, Alex menyebut hal itu datangnya dari Akil Mochtar. Sedangkan pemberian uang senilai Rp1 miliar dari permintaan awal senilai Rp3 milir yang berinisiatif adalah pengacara Susi Tur Andayani. Hal tersebut dikarenakan kedekatan Susi dengan Akil.
Atas putusan tersebut, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menyatakan belum memastikan apakah akan banding atau tidak.
Direktur Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik Uday Suhada menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi harus membongkar dan mengusut tuntas dugaan korupsi yang dilakukan dinasti politik keluarga Atut.
"Tidak hanya untuk Atut tetapi untuk keluarganya, kroninya. Jadi yang dimaksudkan 1800 kasus bukan yang menjerat Atut saja. Saya ingat pada 2003 kami melaporkan banyak kasus juga misalnya korupsi Karangsari yang disampaikan KPK tetapi ditanganinya oleh Kejaksaan sementara satu-satunya yang menjadi harapan kita adalah KPK," ujarnya.