Reaksi warga Irak beragam atas proyeksi Joe Biden menjadi presiden ke-46 Amerika. Hampir 3.000 tentara Amerika tetap tinggal di Irak yang dilanda perang untuk membantu pasukan negara itu memerangi sisa-sisa kelompok teror ISIS.
Sementara para pemimpin Irak dari seluruh spektrum politik menyambut kemenangan Biden, sebagian warga Irak khawatir kembali berkuasanya Demokrat bisa berarti lebih besarnya pengaruh Iran dan kelompok-kelompok proksi kekerasannya di negara kaya minyak itu.
"Sebagian menyambut baik berakhirnya kebijakan dan taktik yang mengganggu dan tak terduga dalam empat tahun ini," ujar Bilal Wahab, pakar Irak pada Institut Kebijakan Timur Dekat Washington, kepada VOA. “Sebagian lain takut Biden akan melonggarkan tekanan terhadap Iran dan proksi-proksinya di Irak sehingga merusak kemajuan yang dibuat gerakan protes tahun lalu."
Setelah Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi berkunjung ke Washington, pemerintah Trump September lalu mengurangi jumlah tentara Amerika di negara itu dari 5.000 menjadi 3.000. Menurut Pentagon, tugas personel militer Amerika yang tersisa bukanlah untuk terlibat operasi tempur melainkan melatih dan menasihati pasukan Irak untuk menghancurkan sel-sel tidur ISIS, kebijakan yang diperkirakan berlanjut di bawah pemerintahan Biden.
Dalam situasi sekarang, pengamat mengatakan, pemerintahan yang akan datang tidak akan menambah jumlah tentara Amerika di negara itu, di mana tentangan terhadap pasukan asing tampaknya meningkat setelah langkah militer baru-baru ini oleh pemerintahan Trump.[ka/pp]