Dengan kekhawatiran akan serangan dari kalangan ekstremis kanan Yahudi yang meningkat sejak serangan 31 Juli yang menewaskan seorang pria Palestina dan putranya yang berusia 18 bulan, warga Palestina di Tepi Barat mulai menerapkan siskamling di daerah mereka.
"Mereka memecahkan kaca, menghancurkan rumah-rumah, dan membakar masjid dan kendaraan-kendaraan," ujar Abed al-Atheim Adi, walikota desa Qusra di mana warga setempat sudah terbiasa berjaga-jaga di malam hari sejak 2001.
"Anak-anak muda di desa ini membentuk tim-tim untuk menjaga keamanan anak-anak dan keluarga mereka dengan menyediakan perlindungan di malam hari," ujar Adi.
Kantor berita Reuters mendampingi sekelompok pria yang berpatroli di Qusra pekan ini. Para sukarelawan, sebagian di antaranya mengenakan masker, dan juga pentungan dan kapak sebagai persenjataan. Dilengkapi dengan senter, mereka mengelilingi daerah di dataran dekat kota Nablus.
Mereka tidak membawa senjata api, kemungkinan karena khawatir razia oleh tentara Israel, yang menurut perjanjian damai sementara dengan Otoritas Palestina tahun 1990an, bertanggung jawab atas keamanan di wilayah ini.
Di desa tetangga, Turmus Ayya, warga terkadang mendirikan titik-titik pemeriksaan di jalan-jalan di malam hari, di mana mereka menghentikan pengendara yang lewat dan menggeledah kendaraan mereka.
"Jumlah patroli bisa terdiri dari tujuh, 17 atau 40 orang, tergantung siapa yang punya waktu luang," ujar Adi. "Kelompok-kelompok patroli ini tidak mendapat pendanaan dari siapapun. Otoritas Palestina berjanji membantu, tapi kami belum mendapat apa-apa dari mereka."
Eskalasi konflik
Jika mereka melihat orang yang tak dikenal, anggota patroli akan menelepon imam desa setempat yang akan memanggil bala bantuan melalui pengeras suara masjid.
Bentrokan dengan sejumlah pendatang Yahudi terjadi di Qusra Januari 2014. Warga desa menuduh warga Israel melemparkan batu ke arah mereka, kemudian menahan dan memukuli mereka sebelum menyerahkan mereka ke tangan tentara Israel.
Seorang perwakilan dari permukiman Yahudi Esh Kodesh membantah cerita tersebut, mengatakan bahwa warga Israel tersebut dicegat ketika sedang mendaki di wilayah tersebut.
Di antara para pemukim yang terlibat adalah Meir Ettinger, seorang aktivis sayap kanan Yahudi, yang setelah pembakaran di Duma, ditahan tanpa diadili oleh aparat Israel yang tampak kewalahan mencoba menghentikan apa yang mereka khawatirkan sebagai kejahatan atas dasar kebencian.
Seorang juru bicara militer Israel menolak berkomentar mengenai pasukan-pasukan patroli yang bermunculan di Tepi Barat. Seorang jenderal angkatan darat Israel, berbicara dengan anonim kepada Reuters, mengatakan bersimpati kepada warga desa tapi juga khawatir dengan potensi insiden yang mungkin muncul.
"Pasukan khusus kami seringkali melakukan operasi kontra terorisme di daerah tersebut, terkadang menyamar dengan pakaian preman."
Apa yang terjadi jika kelompok patroli keliru menyangka mereka sebagai perusuh? "Ini dapat mendorong eskalasi konflik," ujar jenderal tersebut.
Adi mengatakan yakin para anggota patroli di Qusra dapat menahan diri.
"Selama empat tahun terakhir mereka belum pernah melakukan kesalahan apapun, dan begitu mereka melihat tentara Israel beroperasi di desa mereka, mereka tidak akan berpatroli," katanya.
Keberadaan kelompok-kelompok patroli ini menghadirkan dilema bagi Otoritas Palestina, yang berkoordinasi dengan Israel untuk menjamin keamanan di Tepi Barat.
"Kelompok-kelompok patroli di Tepi Barat sejauh ini belum mendapat dukungan dari Otoritas Palestina, tapi saya berharap Otoritas Palestina akan segera memutuskan untuk mendukung mereka," ujar Ghassan Daghlas, petugas yang memonitor aktivitas permukiman di wilayah Nablus, kepada Reuters.