JAKARTA —
Juru bicara Lembaga Bantuan Hukum Universalia Hertasning Ichlas mengatakan warga Islam Syiah di Sampang, Madura, meminta persoalan keyakinan (Syiah dan Sunni) tidak dijadikan materi atau syarat dalam proses rekonsiliasi.
Menurut Hertasning, warga Islam Syiah Sampang akan menolak jika dipaksa harus meninggalkan ajaran Syiah. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar Konstitusi yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan keyakinannya.
Warga Syiah Sampang, kata Hertasning, berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat menyelesaikan kasus ini secara baik sehingga pengungsi Syiah Sampang yang saat ini berada di rumah susun sewa (Rusunawa) di Sidoarjo tersebut dapat pulang ke kampung halaman mereka.
Penyelesaian kasus itu, lanjutnya, merupakan contoh penyelesaian konflik sebagai pelajaran bagi bangsa ini.
“Taubat nasuha, ikrar, syahadat ulang itu adalah pemaksaan dan itu inkonstitusional, yang penting lagi itu jelas bukan bagian dari rekonsiliasi. Kalau sudah ada pemaksaan, kalau sudah ada pemberangusan terhadap suatu keyakinan, harus mengikuti keyakinan tertentu, kita tidak sebut lagi itu rekonsiliasi. Mereka ingin memanipulasi dengan agenda seperti itu. Kita harus berfikir jernih, tidak mungkin itu rekonsiliasi,” ujarnya, Kamis (1/8).
Beberapa waktu lalu, Menteri Agama Suryadharma Ali ketika bertemu dengan beberapa ulama Madura meminta agar warga islam Syiah Sampang tersebut meninggalkan ajaran syiah atau bertaubat jika ingin kembali tinggal di kampung halaman mereka.
Sementara itu, Presiden Yudhoyono berjanji akan memimpin langsung upaya rekonsiliasi antara penganut Syiah dan kelompok yang menentang mereka di Sampang, Madura dalam waktu dekat.
Hertasning mengatakan Presiden harus berfikir jernih dalam melakukan proses rekonsiliasi ini agar warga muslim Syiah Sampang yang saat ini berada di rumah susun sederhana di Sidoarjo dapat pulang ke kampung halaman mereka.
Penyelesaian kasus Sampang secara baik, lanjutnya, akan menjadi contoh bagi penyelesaian konflik dan juga menjadi pembelajaran untuk bangsa ini. Presiden, tambah Hertasning, memang harus turun tangan dalam proses rekonsiliasi ini karena selain Suryadharma, Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid juga mengeluarkan pernyataan yang justru menyudutkan kelompok Syiah.
Djan, kata Hertasning, menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur di daerah konflik akan dilaksanakan paralel dengan usaha pencerahan oleh para ulama untuk mengarahkan para pengungsi Syiah ke jalan yang benar.
“Dua menteri ini secara jelas dan gamblang mewakili kaum intoleran dalam penyelesaian Sampang ini. Mereka melibatkan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan melibatkan kyai intoleran untuk mendesakkan agenda mereka. Jadi seolah-olah agenda mereka ini yang intinya adalah intoleran dan inkonstitusional berbungkus rekonsiliasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kepada wartawan di Jakarta menjelaskan tim ini dibentuk untuk mencari solusi permanen bagi warga Syiah yang saat ini berada di Rusunawa Puspa Argo di Taman Sidoarjo, Jawa Timur.
“Sekarang kita mencari solusi yang permanen. Yang paling ideal tentu kembali ke kampung halamannya. Tetapi ini kan harus kita bicarakan dengan bupati, harus kita bicarakan dengan masyarakat setempat supaya semuanya bisa memahami dan hidup rukun harmonisnya di kampungnya,” ujarnya.
Warga Syiah Sampang diusir dari kampungnya di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, sejak 26 Agustus 2012, setelah sebagian besar rumah mereka dibakar dan dirusak oleh sekelompok orang. Mereka sempat tinggal di Gelanggang Olahraga Sampang selama hampir satu tahun dan akhirnya direlokasi oleh pemerintah daerah setempat ke rumah susun sederhana di Sidoarjo.
Warga Islam Syiah Sampang ini sangat berharap ingin pulang ke kampung halaman mereka.
Menurut Hertasning, warga Islam Syiah Sampang akan menolak jika dipaksa harus meninggalkan ajaran Syiah. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar Konstitusi yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan keyakinannya.
Warga Syiah Sampang, kata Hertasning, berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat menyelesaikan kasus ini secara baik sehingga pengungsi Syiah Sampang yang saat ini berada di rumah susun sewa (Rusunawa) di Sidoarjo tersebut dapat pulang ke kampung halaman mereka.
Penyelesaian kasus itu, lanjutnya, merupakan contoh penyelesaian konflik sebagai pelajaran bagi bangsa ini.
“Taubat nasuha, ikrar, syahadat ulang itu adalah pemaksaan dan itu inkonstitusional, yang penting lagi itu jelas bukan bagian dari rekonsiliasi. Kalau sudah ada pemaksaan, kalau sudah ada pemberangusan terhadap suatu keyakinan, harus mengikuti keyakinan tertentu, kita tidak sebut lagi itu rekonsiliasi. Mereka ingin memanipulasi dengan agenda seperti itu. Kita harus berfikir jernih, tidak mungkin itu rekonsiliasi,” ujarnya, Kamis (1/8).
Beberapa waktu lalu, Menteri Agama Suryadharma Ali ketika bertemu dengan beberapa ulama Madura meminta agar warga islam Syiah Sampang tersebut meninggalkan ajaran syiah atau bertaubat jika ingin kembali tinggal di kampung halaman mereka.
Sementara itu, Presiden Yudhoyono berjanji akan memimpin langsung upaya rekonsiliasi antara penganut Syiah dan kelompok yang menentang mereka di Sampang, Madura dalam waktu dekat.
Hertasning mengatakan Presiden harus berfikir jernih dalam melakukan proses rekonsiliasi ini agar warga muslim Syiah Sampang yang saat ini berada di rumah susun sederhana di Sidoarjo dapat pulang ke kampung halaman mereka.
Penyelesaian kasus Sampang secara baik, lanjutnya, akan menjadi contoh bagi penyelesaian konflik dan juga menjadi pembelajaran untuk bangsa ini. Presiden, tambah Hertasning, memang harus turun tangan dalam proses rekonsiliasi ini karena selain Suryadharma, Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid juga mengeluarkan pernyataan yang justru menyudutkan kelompok Syiah.
Djan, kata Hertasning, menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur di daerah konflik akan dilaksanakan paralel dengan usaha pencerahan oleh para ulama untuk mengarahkan para pengungsi Syiah ke jalan yang benar.
“Dua menteri ini secara jelas dan gamblang mewakili kaum intoleran dalam penyelesaian Sampang ini. Mereka melibatkan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan melibatkan kyai intoleran untuk mendesakkan agenda mereka. Jadi seolah-olah agenda mereka ini yang intinya adalah intoleran dan inkonstitusional berbungkus rekonsiliasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kepada wartawan di Jakarta menjelaskan tim ini dibentuk untuk mencari solusi permanen bagi warga Syiah yang saat ini berada di Rusunawa Puspa Argo di Taman Sidoarjo, Jawa Timur.
“Sekarang kita mencari solusi yang permanen. Yang paling ideal tentu kembali ke kampung halamannya. Tetapi ini kan harus kita bicarakan dengan bupati, harus kita bicarakan dengan masyarakat setempat supaya semuanya bisa memahami dan hidup rukun harmonisnya di kampungnya,” ujarnya.
Warga Syiah Sampang diusir dari kampungnya di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, sejak 26 Agustus 2012, setelah sebagian besar rumah mereka dibakar dan dirusak oleh sekelompok orang. Mereka sempat tinggal di Gelanggang Olahraga Sampang selama hampir satu tahun dan akhirnya direlokasi oleh pemerintah daerah setempat ke rumah susun sederhana di Sidoarjo.
Warga Islam Syiah Sampang ini sangat berharap ingin pulang ke kampung halaman mereka.