Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO) telah merilis angka mengkhawatirkan, yang menunjukkan bahwa pandemi virus corona masih dalam gelombang pertama yang kuat, meskipun sebagian pakar memperingatkan akan datangnya gelombang kedua.
Pada Minggu (21/6), WHO melaporkan 183.000 kasus baru dalam 24 jam. Ini adalah penambahan kasus terbanyak dalam sehari di seluruh dunia.
Dikatakannya, Brazil paling banyak dengan hampir 55.000 kasus baru, disusul AS dengan lebih dari 36.000 dan India dengan sekitar 15.000 kasus baru.
Secara umum, WHO mengatakan ada lebih dari 8,7 juta kasus di seluruh dunia dan hampir 462 ribu kematian.
Dr. Tom Inglesby, Direktur Pusat bagi Keamanan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Bloomberg Universitas Johns Hopkins, mengatakan besarnya jumlah kasus baru itu bukan hanya karena pengetesan yang lebih banyak. Inglesby mengatakan hal itu dalam “Fox News Sunday.”
Presiden AS Donald Trump telah mengatakan dia yakin angka kasus virus corona yang tinggi karena pengetesan.
"Kalau kita melakukan pengetesan besar-besaran, kita akan menemukan lebih banyak penderita, kita akan mendapati lebih banyak kasus. Jadi, saya katakan, tolong perlambat pengetesan ini," kata Trump kepada massa pendukungnya dalam kampanye pada Sabtu (20/6) malam di Tulsa, Oklahoma.
Gedung Putih kemudian mengatakan dia hanya bercanda.
Namun, Direktur Institut Kesehatan Global Harvard, Dr. Ashish Jha, tidak ada yang lucu mengenai Covid-19.
“Ini membuat frustasi jutaan warga Amerika yang jatuh sakit dan yang tidak bisa mendapat tes... Ini sayangnya bukan lelucon," kata Jha kepada CNN Minggu (21/6).
Sementara itu, sebagian pakar kesehatan memperingatkan akan datangnya gelombang kedua Covid-19. Namun pakar lain mengatakan sesungguhnya gelombang pertama belum juga usai.
"Kalau kita masih memiliki lebih dari 20.000 infeksi per hari, bagaimana mau membicarakan tentang gelombang kedua?" kata Dr. Anthony Fauci dari Institut Kesehatan Nasional kepada Associated Press. "Kita masih dalam gelombang pertama. Mari keluar dulu dari gelombang pertama sebelum datang gelombang kedua."
Sebagian pakar, termasuk Caitlin Rivers, seorang periset penyakit pada Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins, mengatakan mereka bahkan enggan menggunakan istilah "gelombang kedua" karena itu memberi kesan yang terburuk sudah lewat.
Banyak virus, seperti flu, semakin parah pada musim dingin ketika lebih banyak orang berada di dalam ruangan dan cuaca tidak hangat. Tapi mengingat Covid-19 adalah virus corona baru, para ilmuwan mengatakan mereka masih harus mempelajari bagaimana perubahan cuaca akan berdampak pada penyakit itu. [vm/ft]