Tautan-tautan Akses

WHO: Penilaian Risiko Flu Burung Terhambat Terbatasnya Pengawasan


Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara di Jenewa, Swiss (foto: dok).
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara di Jenewa, Swiss (foto: dok).

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan kemampuannya menilai dan mengelola risiko yang ditimbulkan kasus flu burung- H5N1 - di seluruh dunia terhambat oleh terbatasnya pengawasan terhadap kasus penyakit tersebut pada hewan dan manusia.

Pada jumpa pers di kantor pusat WHO di Jenewa, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan AS pekan lalu melaporkan kasus keempat pada manusia setelah terpapar sapi perah yang terinfeksi.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan pasien tersebut adalah seorang pekerja di peternakan sapi perah di mana sapi-sapinya dinyatakan positif mengidap virus tersebut. Orang itu tidak menunjukkan banyak gejala. Ia telah dirawat dan pulih. Tidak ada penularan virus dari manusia ke manusia yang dilaporkan.

Tedros mengatakan Kamboja juga melaporkan dua kasus pada anak-anak yang melakukan kontak dengan ayam yang sakit atau mati. Dia mengatakan WHO tetap menilai risiko flu burung bagi masyarakat sebagai risiko yang rendah namun sulit untuk membuat penilaian yang akurat kalau pengawasan terhadap virus influenza pada hewan sangat terbatas secara global.

“Memahami bagaimana virus ini menyebar dan berubah pada hewan sangat penting untuk mengidentifikasi perubahan apa pun yang mungkin meningkatkan risiko wabah pada manusia, atau potensi pandemi,” kata Tedros. Dia meminta semua negara untuk memperkuat pengawasan dan pelaporan influenza pada hewan dan manusia dan berbagi sampel virus dengan WHO. Tedros juga mendesak agar pekerja peternakan dilindungi dari kemungkinan terpapar hewan yang terinfeksi.

Pada pengarahan yang sama, Tedros secara singkat memberi informasi terkini mengenai kasus COVID-19 secara global. Dia mengatakan virus COVID terus membunuh rata-rata 1.700 orang per minggu di seluruh dunia.

Dia juga mengutip data yang menunjukkan cakupan vaksin di kalangan petugas kesehatan dan orang berusia di atas 60 tahun telah menurun. Padahal, kedua kelompok itu paling berisiko terkena COVID. Ia mengatakan bahwa WHO merekomendasikan orang-orang yang termasuk dalam kelompok risiko tertinggi untuk menerima vaksin COVID-19 dalam waktu 12 bulan setelah dosis terakhir mereka.

Tedros juga memberikan informasi terkini mengenai MPox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet. Menurutnya, penyakit itu masih menjadi ancaman global dengan 26 negara melaporkan kasusnya pada bulan ini.

Dia mengatakan, wabah cacar monyet berlanjut di Kongo, dengan total 11.000 kasus, termasuk 445 kematian tahun ini. Anak-anak paling terdampak. Afrika Selatan baru-baru ini melaporkan 20 kasus, termasuk tiga kematian, kasus pertama di negara tersebut sejak 2022.

Semua kasus itu terjadi pada laki-laki. Sebagian besar dari mereka mengidentifikasi diri sebagai laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Tidak ada seorang pun yang melaporkan riwayat perjalanan internasional. Ini menunjukkan bahwa kasus yang terkonfirmasi hanya sebagian kecil dari seluruh kasus, dan bahwa penularan dalam komunitas masih berlangsung. [ka/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG