JENEWA —
Protokol itu, yang diadopsi pada Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO pada bulan November, bertujuan untuk mengurangi konsumsi tembakau dengan menindak penyelundupan rokok.
Video yang diputar di kantor WHO di Jenewa menunjukkan bagian penting dari Konferensi WHO November lalu di Seoul, Korea, yang setelah melakukan perundingan intensif selama empat tahun, mengadopsi Protokol untuk Menghilangkan Perdagangan Gelap Produk Tembakau.
Para menteri dan perwakilan dari berbagai pihak pada Perjanjian Pengendalian Tembakau menghadiri upacara penandatanganan itu di kantor pusat WHO untuk menandai pencapaian penting itu.
Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan mendorong keras pengadopsian protokol itu di Seoul. Dia mengatakan kepada para delegasi yang menghadiri acara itu bahwa salah satu momen paling membahagiakan dalam hidupnya adalah ketika diterimanya protokol itu secara bulat, meskipun upaya industri tembakau untuk mencegah hal itu.
"Protokol itu memberikan dunia instrumen hukum yang unik untuk melawan dan akhirnya menghilangkan kejahatan internasional yang sangat canggih yang menelan banyak korban; yaitu kesehatan masyarakat di negara-negara Anda. Protokol ini menetapkan aturan untuk menangani semua bentuk perdagangan gelap, termasuk penyelundupan dan manufaktur ilegal," ungkap Chan.
Pendukung anti-tembakau mengatakan mereka yakin protokol baru ini akan membantu melindungi orang di seluruh dunia dari risiko kesehatan yang diakibatkan oleh tembakau. WHO menyebut epidemi yang disebabkana oleh tembakau sebagai salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat yang pernah dihadapi di dunia.
Konsumsi tembakau di seluruh dunia tercatat tidak menurun dan, pada kenyataannya bahkan meningkat di negara-negara berkembang. WHO memperkirakan tembakau membunuh hampir enam juta orang per tahun. Ini berarti sekitar satu orang meninggal setiap enam detik akibat tembakau dan ini terhitung sebagai satu dari tiap 10 kematian orang dewasa.
Kepala Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO, Haik Nikogosian, mengatakan protokol itu mewajibkan negara –negara dan pemerintah untuk secara global melacak produk tembakau illegal.
Nikogosian menjelaskan, "Sederhana saja, apa akibat perdagangan gelap terhadap kesehatan masyarakat. Tentu saja, perdagangan ilegal juga memiliki dampak fiskal besar terhadap pemerintah. Mereka kehilangan pendapatan. Ini juga merupakan sumber kriminal. Tapi kepentingan kami dari perspektif WHO adalah dampak kesehatan masyarakat. Perdagangan gelap adalah sumber dari rokok murah dan rokok murah, karena mereka tidak membayar pajak, memicu semakin tingginya konsumsi rokok."
Perwakilan dari 12 pihak, yang mewakili semua enam wilayah WHO, menandatangani protokol itu dalam upacara itu. Setelah dua hari awal di Jenewa, protokol itu akan tetap terbuka untuk penandatanganan di kantor pusat PBB di New York hingga 9 Januari 2014. Protokol ini akan mulai berlaku 90 hari setelah pihak ke-40 meratifikasinya.
Video yang diputar di kantor WHO di Jenewa menunjukkan bagian penting dari Konferensi WHO November lalu di Seoul, Korea, yang setelah melakukan perundingan intensif selama empat tahun, mengadopsi Protokol untuk Menghilangkan Perdagangan Gelap Produk Tembakau.
Para menteri dan perwakilan dari berbagai pihak pada Perjanjian Pengendalian Tembakau menghadiri upacara penandatanganan itu di kantor pusat WHO untuk menandai pencapaian penting itu.
Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan mendorong keras pengadopsian protokol itu di Seoul. Dia mengatakan kepada para delegasi yang menghadiri acara itu bahwa salah satu momen paling membahagiakan dalam hidupnya adalah ketika diterimanya protokol itu secara bulat, meskipun upaya industri tembakau untuk mencegah hal itu.
"Protokol itu memberikan dunia instrumen hukum yang unik untuk melawan dan akhirnya menghilangkan kejahatan internasional yang sangat canggih yang menelan banyak korban; yaitu kesehatan masyarakat di negara-negara Anda. Protokol ini menetapkan aturan untuk menangani semua bentuk perdagangan gelap, termasuk penyelundupan dan manufaktur ilegal," ungkap Chan.
Pendukung anti-tembakau mengatakan mereka yakin protokol baru ini akan membantu melindungi orang di seluruh dunia dari risiko kesehatan yang diakibatkan oleh tembakau. WHO menyebut epidemi yang disebabkana oleh tembakau sebagai salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat yang pernah dihadapi di dunia.
Konsumsi tembakau di seluruh dunia tercatat tidak menurun dan, pada kenyataannya bahkan meningkat di negara-negara berkembang. WHO memperkirakan tembakau membunuh hampir enam juta orang per tahun. Ini berarti sekitar satu orang meninggal setiap enam detik akibat tembakau dan ini terhitung sebagai satu dari tiap 10 kematian orang dewasa.
Kepala Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO, Haik Nikogosian, mengatakan protokol itu mewajibkan negara –negara dan pemerintah untuk secara global melacak produk tembakau illegal.
Nikogosian menjelaskan, "Sederhana saja, apa akibat perdagangan gelap terhadap kesehatan masyarakat. Tentu saja, perdagangan ilegal juga memiliki dampak fiskal besar terhadap pemerintah. Mereka kehilangan pendapatan. Ini juga merupakan sumber kriminal. Tapi kepentingan kami dari perspektif WHO adalah dampak kesehatan masyarakat. Perdagangan gelap adalah sumber dari rokok murah dan rokok murah, karena mereka tidak membayar pajak, memicu semakin tingginya konsumsi rokok."
Perwakilan dari 12 pihak, yang mewakili semua enam wilayah WHO, menandatangani protokol itu dalam upacara itu. Setelah dua hari awal di Jenewa, protokol itu akan tetap terbuka untuk penandatanganan di kantor pusat PBB di New York hingga 9 Januari 2014. Protokol ini akan mulai berlaku 90 hari setelah pihak ke-40 meratifikasinya.