Upaya global untuk memberantas malaria telah menyelamatkan 3,3 juta nyawa sejak 2000, memangkas angka kematian global akibat penyakit yang ditularkan oleh nyamuk ini sebesar 45 persen dan separuh di antara anak-anak berusia di bawah lima tahun, demikian diumumkan oleh WHO hari Rabu.
WHO menyatakan dalam Laporan Malaria Dunia 2013 bahwa langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang diperluas membantu menurunkan kematian dan sakit akibat malaria. Dari 3,3 juta nyawa yang diselamatkan, sebagian besar berasal dari 10 negara dengan tingkat beban malaria tertinggi dan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut.
“Investasi pada penanggulangan malaria, umumnya sejak 2007, bermanfaat,” ujar Ray Chambers, utusan khusus Sekjen PBB untuk malaria.
Menurut laporan WHO, kematian anak turun di bawah 500.000 pada tahun 2012.
Secara keseluruhan, diperkirakan ada 207 juta kasus malaria pada tahun 2012, yang menyebabkan 627.000 kematian, menurut laporan, termasuk informasi dari 102 negara dengan penularan malaria. Angka tersebut untuk membandingkan 219 juta kasus dan 660.000 kematian pada tahun 2010, tahun di mana data statistik tersedia.
“Kemajuan luar biasa ini bukan alasan untuk berpuas diri: jumlah mutlak kasus dan kematian akibat malaria tidak menurun secepat yang kita harapkan,” Dirjen WHO Dr. Margaret Chan menyebutkan dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut. “Kenyataan bahwa banyak orang terjangkit dan sekarat akibat gigitan nyamuk adalah salah satu tragedi terbesar di abad ke-21.”
Malaria adalah penyakit endemis di lebih dari 100 negara di seluruh dunia tapi bisa dicegah dengan penggunaan kelambu dan penyemprotan dalam ruangan agar terhindar dari nyamuk pembawa penyakit malaria. Penyakit parasit yang disebabkan oleh nyamuk ini membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya, terutama bayi di daerah termiskin di sub-Sahara Afrika.
Diperkirakan sebanyak 3,4 juta orang terus beresiko terjangkit malaria, terutama di Asia Tenggara dan Afrika di mana ditemukan sekitar 80 persen kasus malaria.
Chambers mengatakan kemajuan pemberantasan malaria terancam karena pemotongan dana pada tahun 2011-2012, dengan hasil kurva penurunan yang datar. Laporan WHO mencatat penurunan signifikan dalam pengiriman kelambu insektisida dalam laporan tahun 2013.
Tapi keadaan tersebut mungkin mulai membaik. Bulan lalu, Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, UNICEF, Departemen Pembangunan Internasional Inggris dan President's Malaria Initiative Amerika setuju untuk menyediakan lebih dari 200 juta kelambu selama 12 sampai 18 bulan ke depan, yang akan menggantikan 120 juta kelambu yang sudah tersedia dan memberikan 80 juta kelambu baru.
WHO juga terus melacak resistensi penyakit tersebut terhadap artemisinin, komponen utama obat malaria yang dikenal dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin, atau ACTs, dan resistensi nyamuk terhadap insektisida. Empat negara di Asia Tenggara melaporkan resistensi artemisinin pada tahun 2013, dan 64 negara menemukan bukti resistensi insektisida, yang menunjukkan bahwa kemajuan upaya memberantas malaria "masih rapuh," demikian pernyataan Dr Robert Newman, direktur Program Global Malaria WHO.
WHO menyatakan dalam Laporan Malaria Dunia 2013 bahwa langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang diperluas membantu menurunkan kematian dan sakit akibat malaria. Dari 3,3 juta nyawa yang diselamatkan, sebagian besar berasal dari 10 negara dengan tingkat beban malaria tertinggi dan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut.
“Investasi pada penanggulangan malaria, umumnya sejak 2007, bermanfaat,” ujar Ray Chambers, utusan khusus Sekjen PBB untuk malaria.
Menurut laporan WHO, kematian anak turun di bawah 500.000 pada tahun 2012.
Secara keseluruhan, diperkirakan ada 207 juta kasus malaria pada tahun 2012, yang menyebabkan 627.000 kematian, menurut laporan, termasuk informasi dari 102 negara dengan penularan malaria. Angka tersebut untuk membandingkan 219 juta kasus dan 660.000 kematian pada tahun 2010, tahun di mana data statistik tersedia.
“Kemajuan luar biasa ini bukan alasan untuk berpuas diri: jumlah mutlak kasus dan kematian akibat malaria tidak menurun secepat yang kita harapkan,” Dirjen WHO Dr. Margaret Chan menyebutkan dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut. “Kenyataan bahwa banyak orang terjangkit dan sekarat akibat gigitan nyamuk adalah salah satu tragedi terbesar di abad ke-21.”
Malaria adalah penyakit endemis di lebih dari 100 negara di seluruh dunia tapi bisa dicegah dengan penggunaan kelambu dan penyemprotan dalam ruangan agar terhindar dari nyamuk pembawa penyakit malaria. Penyakit parasit yang disebabkan oleh nyamuk ini membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya, terutama bayi di daerah termiskin di sub-Sahara Afrika.
Diperkirakan sebanyak 3,4 juta orang terus beresiko terjangkit malaria, terutama di Asia Tenggara dan Afrika di mana ditemukan sekitar 80 persen kasus malaria.
Chambers mengatakan kemajuan pemberantasan malaria terancam karena pemotongan dana pada tahun 2011-2012, dengan hasil kurva penurunan yang datar. Laporan WHO mencatat penurunan signifikan dalam pengiriman kelambu insektisida dalam laporan tahun 2013.
Tapi keadaan tersebut mungkin mulai membaik. Bulan lalu, Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, UNICEF, Departemen Pembangunan Internasional Inggris dan President's Malaria Initiative Amerika setuju untuk menyediakan lebih dari 200 juta kelambu selama 12 sampai 18 bulan ke depan, yang akan menggantikan 120 juta kelambu yang sudah tersedia dan memberikan 80 juta kelambu baru.
WHO juga terus melacak resistensi penyakit tersebut terhadap artemisinin, komponen utama obat malaria yang dikenal dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin, atau ACTs, dan resistensi nyamuk terhadap insektisida. Empat negara di Asia Tenggara melaporkan resistensi artemisinin pada tahun 2013, dan 64 negara menemukan bukti resistensi insektisida, yang menunjukkan bahwa kemajuan upaya memberantas malaria "masih rapuh," demikian pernyataan Dr Robert Newman, direktur Program Global Malaria WHO.