BRIC tanpa “S” dibentuk tahun 2001 sebagai gabungan empat negara dengan perkembangan ekonomi pesat: Brazil, Rusia, India dan Cina atau Tiongkok.
Pada tahun 2009, keempat negara membuat istilah ini menjadi lebih berarti ketika mengadakan pertemuan pertama mereka. Tahun ini, tuan rumah Tiongkok mengundang Afrika Selatan untuk bergabung dan sekarang menyebut kelompok itu kelompok "BRICS." Dengan tambahan huruf “S” untuk South Africa atau Afrika Selatan.
Para pemimpin kelompok ini bertemu di Sanya, Hainan sebuah pulau di Tiongkok selatan.
Negara-negara BRICS memandang diri mereka sebagai juru bicara negara-negara berkembang. Wakil Menteri Pengembangan Industri dan Perdagangan Luar Negeri Brazil, Alessandro Teixeira menekankan hal itu. "Ini adalah pertemuan penting," ujarnya, "karena tahun 2013, diperkirakan negara-negara berkembang akan melampaui negara-negara maju dalam hal PDB (Produk Domestik Bruto)) di dunia. Jadi, saya kira setiap pertemuan yang diadakan oleh BRICS adalah pertemuan penting, karena kita sedang berbicara dengan negara-negara ekonomi terbesar di dunia."
Pertemuan ini memusatkan perhatian pada ekonomi dan situasi keuangan global. Joseph Cheng, profesor ilmu politik di Universitas City di Hong Kong mengatakan negara-negara BRICS ingin mencapai konsensus supaya mereka bisa berada dalam posisi yang lebih baik dalam bernegosiasi dengan negara-negara maju.
Secara umum, negara-negara BRICS berpendapat bahwa negara-negara Barat telah mendominasi proses pembuatan peraturan di berbagai lembaga penting keuangan dan perdagangan internasional dan mereka ingin membalikan situasinya sekarang. Mereka ingin bisa berperan lebih efektif dalam proses pembuatan aturan.
Pada saat yang sama, Cheng menjelaskan BRICS sebagai pengelompokan yang longgar sehingga kemungkinan akan sulit membentuk kesepakatan karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan yang mendasar.
Contohnya, Afrika Selatan, Brazil dan India sangat bangga bahwa mereka adalah negara demokrasi. Negara-negara seperti India dan lainnya, berpandangan bahwa perkembangan ekonomi Tiongkok mungkin tidak begitu menguntungkan bagi kepentingan mereka sendiri, baik ekonomi dan keamanan, jadi pada dasarnya masih ada rasa saling tidak percaya di antara negara-negara dalam kelompok besar itu.
Negara tuan rumah tahun ini, Tiongkok, berupaya menutup-nutupi kemungkinan perselisihan. Asisten Menteri Luar Negeri Tiongkok Wu Hailong mengatakan kepada wartawan bahwa sudut pandang yang berbeda tidak akan menghambat kerjasama BRICS secara keseluruhan.
Wu mengatakan negara-negara BRICS akan mengesampingkan isu-isu di mana mereka tidak bisa mencapai kesepakatan, dan akan menunda diskusi tentang hal itu sampai kondisinya tepat.
Negara-negara BRICS, secara bersama-sama mewakili hampir seperlima dari perekonomian global. Shi Yinhong, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Renmin, mengatakan ia yakin meskipun BRICS tidak akan bisa menjadi sebuah aliansi internasional resmi atau koalisi, salah satu tujuan utamanya mungkin untuk memperingatkan negara-negara lainnya.
Amerika tidak pernah mengatakan khawatir dengan munculnya BRICS, tetapi Shi yakin bahwa pejabat Amerika dan negara barat lainnya telah mengamati dengan cermat. Ia mengatakan pengaruh dari lima negara BRICS, jelas akan meningkat. Ia mengatakan negara-negara barat mungkin harus mengubah pandangan dasar mereka tentang dunia.