Pemerintah, Jumat (18/1), mengatakan akan membebaskan narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dari penjara tanpa syarat.
Pembebasan tokoh berusia 81 tahun ini dilakukan setelah Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang sekaligus penasihat hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, mengunjungi Ba'asyir di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, pada hari yang sama.
Yusril datang ke sana didampingi oleh adiknya, Yusron Ihza Mahendra, dan Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor. Beberapa anggota keluarga Ba'asyir juga datang dari Solo. Juga pengacara Ba'asyir, Achmad Michdan, yang turut bersyukur atas bebasnya Ba’asyir.
Pembebasan Ba’asyir Sesuai Hukum
Dalam jumpa pers di kantor firma hukum Mahendradatta di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1), Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta yang sekaligus merupakan kuasa hukum Ba'asyir, menegaskan bahwa rencana pembebasan kliennya merupakan hal biasa yang memang menjadi hak kliennya dan sesuai aturan hukum.
BACA JUGA: Dibebaskan Jokowi, Ba'asyir Butuh Waktu Beres-Beres BarangMahendradatta menegaskan pembebasan Ba'asyir ini adalah pembebasan tanpa syarat.
“Jadi tidak ada syarat dari pemerintah, tidak ada syarat dari ustad. Bebas tanpa syarat,” tutur Mahendratta.
Mahendradatta menegaskan pembebasan sosok yang dituding sebagai pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah tersebut merupakan masalah hukum, bukan masalah politik. Dia menekankan bahwa keliru jika pembebasan Ba'asyir dianggap sebagai hadiah dari Presiden Joko Widodo.
“Ini bukan membuktikan apapun yang bersifat politis. Saya tidak terima. Sekali lagi, kalau ada yang menggembar-gemborkan ini sebagai wujud cinta ulama, maka dengan amat menyesal kami harus gembar-gemborkan bahwa pembebasan bos Century, Robert Tangtular, sebagai bukti cinta terhadap koruptor,” ujar Mahendradatta.
BACA JUGA: AS Nyatakan Majelis Mujahidin Indonesia sebagai Teroris GlobalMahendradatta membandingkan pembebasan Robert Tangtular yang dilakukan setelah mendapat remisi atau pengurangan hukuman 77 bulan. Sedangkan Ba'asyir 'baru' memperoleh remisi 36 bulan. Sejatinya, lanjut dia, salah satu pendiri Pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Sukoharjo, itu tidak pernah peduli apakah dirinya mendapat remisi atau tidak.
Permohonan Pembebasan Ba’asyir
Menurut Mahendradatta, TPM sudah sejak lama mengajukan pembebasan Ba'asyir kepada pemerintah. TPM pernah menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta pembebasan Ba'asyir berdasarkan alasan-alasan menurut hukum, antara lain usia lanjut dan kliennya menderita penyakit kronis.
Selain TPM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga pernah menyurati Presiden Joko Widodo yang meminta Ba'asyir segera dilepaskan. Ryamizard bahkan ikut menjenguk Ba'asyir di penjara.
Melihat adanya preseden bahwa kliennya mengalami sakit yang membahayakan jiwa, maka ujar Mahendradatta, Ba’asyir mesti dibebaskan murni dari penjara karena harus berobat. Ba'asyir diperkirakan akan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur minggu depan.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Pembina TPM Achmad Michdan mengatakan kebijakan pembebasan Ba'asyir sudah menjadi hak beliau. Dia menambahkan Ba'asyir seharusnya sudah berhak mendapat pembebasan bersyarat pada 13 Desember 2018. Namun kliennya itu menolak menandatangani surat-surat mengenai mengakui kesalahan, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan setia kepada Pancasila.
“Beliau itu amat taat terhadap ajaran agamanya, Islam. Beliau berpegang teguh bahwa harus diatur secara Islam, hidup dan kehidupan. Oleh karena itulah, beliau tidak sependapat kalau beliau harus dikatakan sebagai teroris, sebagai orang yang tidak cinta kepada negara ini,” kata Michdan.
BACA JUGA: Keluarga, Pakar Hukum Respon Upaya Ringankan Hukuman Terpidana Kasus Terorisme Abu Bakar BaasyirMichdan meminta kepada Yusril Ihza Mahendra agar menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo bahwa Ba'asyir bisa menjadi aset nasional untuk menerangkan kepada dunia internasional bahwa Islam itu bukan agama teroris.
Ba'asyir Bebas Tanpa Syarat
Penasehat hukum Jokowi-Ma’ruf , Yusril Ihza Mahendra menjelaskan sesuai undang-undang pemasyarakatan, Ba'asyir berhak mendapat pembebasan bersyarat. Karena itu, lanjutnya, pemerintah wajib memenuhi hak Ba'asyir tersebut.
Yusril mengaku tidak yakin dengan tudingan banyak pihak, terutama masyarakat internasional, yang menyebut Ba'asyir sebagai gembong teroris. Ia mengungkapkan bahwa ketika menjabat menteri hukum dan HAM, ia sendiri yang memastikan kepada Ba'asyir bahwa sang ustad tidak akan ditangkap.
BACA JUGA: Indonesia Siapkan Penjara Khusus bagi Teroris BerbahayaYusril bercerita mengenai pertemuannya dengan Ba'asyir di Gunung Sindur kemarin. Ia menyampaikan salah satu syarat pembebasan adalah setia kepada Pancasila.Namun Ba'asyir menolak meneken surat kesetiaan pada Pancasila tersebut. Ba'asyir memilih menghabiskan masa hukumannya.
Ketika Yusril bilang Pancasila sejalan dengan ajaran Islam, Ba’asyir menegaskan “ya sudah taat saja pada Islam.” Yusril pun tidak mau berdebat karena memahami jalan pikiran Ba'asyir.
Yusril menegaskan setelah dibebaskan dari Gunung Sindur, Ba'asyir bebas tanpa syarat dan tidak akan menjalani status tahanan rumah. Polisi juga tidak akan mengawasi kediaman Ba'asyir di Solo dan ia diizinkan menerima tamu serta menyampaikan ceramah di rumahnya.
Menurut Yusril, perlunya keputusan presiden untuk membebaskan Ba'asyir tanpa syarat karena Ba'asyir merupakan narapidana teroris sehingga memiliki beban politik yang besar. Selain itu, pembebasan Ba'asyir tanpa syarat tersebut mengesampingkan peraturan menteri sehingga perlu intervensi dari presiden.
BACA JUGA: Hukuman Abu Bakar Baasyir Berkurang 3 Bulan“Pak Jokowi itu pertimbangannya kemanusiaan. Ini tekanannya kepada Beliau (Presiden Joko Widodo) sangat berat. Saya dengar Australia mulai memprotes. Jadi, kalau ini diserahkan kepada Kalapas, gimana Kalapas mau menjawabnya. Tiba-tiba ada tekanan diplomatik dari Australia, misalnya Amerika Serikat. Pak Jokowi mengambil bukan tidak ada risiko,” papar Yusril.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011 menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Abu Bakar Ba'asyir atas dakwaan membiayai pelatihan militer di Aceh senilai IDR 1,39 miliar. Pada 7 Juli 2011, Pengadilan Tinggi Jakarta meringankan hukuman Ba'asyir menjadi sembilan tahun.
Empat bulan berselang, TPM mendampingi Ba'asyir mengajukan kasasi. Pada 27 Februari 2012, Mahkamah Agung menolak kasasi Ba'asyir. Putusan MA menyatakan dia harus menjalani hukuman 15 tahun penjara. Dia ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan sebelum akhirnya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor. [fw/em]