Pihak berwenang di Aceh bersiap melepaskan kapal berisi lebih dari 40 laki-laki, perempuan dan anak-anak Tamil ke laut hari Jumat (17/6) setelah menyelamatkannya akhir pekan lalu.
Hal ini akan menjadi upaya kedua dalam minggu terakhir untuk menghalau kapal tersebut dari perairan Indonesia setelah kapal itu mengalami kerusakan mesin dan ditemukan terdampar Sabtu lalu.
Para migran ini telah berada di laut sekitar sebulan dan mencoba mencapai Australia di Pulau Christmas.
Provinsi tersebut menolak membiarkan para migran, termasuk sembilan anak-anak dan seorang perempuan hamil, itu mendarat meskipun Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta para pejabat Aceh untuk menyediakan penampungan. Hari Kamis, enam perempuan mencoba meninggalkan kapal saat mencapai perairan yang dangkal namun polisi kemudian melepaskan tembakan peringatan.
"Kami tidak mengizinkannya mendarat karena Indonesia bukan tujuan mereka dan mereka sehat," ujar Frans Delian, juru bicara pemerintah Aceh. "Kami menyarankan mereka untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Australia tapi kembali ke negara mereka."
Para pejabat imigrasi mengatakan orang-orang itu berasal dari Sri Lanka. Amnesty International mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kelompok itu meninggalkan India dalam kapal berbendera India dan mungkin telah melarikan diri dari Sri Lanka, di mana minoritas Tamil mengalami penyiksaan.
Frans mengatakan situasi ini berbeda dengan orang-orang Muslim Rohingya yang tidak berkewarganegaraan, yang ditolong oleh pihak berwenang Indonesia tahun lalu, setelah melarikan diri dari penyiksaan di Myanmar.
Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, enggan menolong saat itu sampai menghadapi tekanan internasional atas penderitaan Rohingya yang terapung-apung di laut dengan persediaan makanan dan minuman yang minim.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mendesak pemerintah Indonesia untuk membiarkan para migran mendarat.
"Indonesia mendapat pujian ketika membantu para pengungsi Rohingya di Aceh," ujar Andreas Harsono, peneliti Indonesia di Human Rights Watch.
"Sayang sekali jika pemerintah Indonesia dan Aceh menolak membantu manusia-manusia perahu Tamil ini."
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) telah mengirim timnya ke tempat itu sejak akhir pekan lalu, termasuk penerjemah dan personel medis dan bersiap untuk menyediakan akomodasi sementara. Namun mereka tidak diberikan akses kepada para migran.
Kapolda Aceh Irjen Pol. Husein Hamidi mengatakan para migran Tamil itu telah diberi makanan, minuman dan bahan bakar. Mereka dapat dilepas ke laut saat gelombang pasang hari Jumat, ujarnya.
Kapal itu mendarat di pantai dan peralatan berat digunakan untuk dapat mengapungkannya kembali sementara para migran masih ada di atasnya.
Kapal itu pertama kali dihalau kembali ke perairan internasional hari Minggu setelah mesinnya diperbaiki. Kapal kembali Senin dan para migran meminta tambahan bahan bakar, menurut pihak berwenang.
Kantor Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Australia, Peter Dutton, menolak memberikan pernyataan mengenai situasi ini.
Australia telah membuat Indonesia marah, dan dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dan PBB, karena kebijakan keras terhadap pengungsi dengan mencegah kapal-kapal pencari suaka mencapai Pulau Christmas dari pelabuhan-pelabuhan Indonesia.
Indonesia menganggap kapal-kapal perang Australia yang menghalau orang-orang asing dalam kapal ke arah perairan Indonesia sebagai pelanggaran kedaulatan negara. [hd]